Penjual Kenangan

Tuesday, August 20, 2013

20| Mencari Televisi









Saya lupa kapan kali pertama punya televisi di kosan, apakah saat lulus kuliah dan menempati indekos baru di dekat gerbang "Selamat Datang Kota Depok" ataukah sebelumnya. Televisi yang saya punya kali pertama itu merupakan televisi tidak terpakai di rumah kakak saya di daerah Jakarta Barat sana. Waktu itu, saya lupa bawanya naiknya apa, sepertinya naik taksi bareng dengan kompor dan tabung gas. Waktu bawa tabung gas itu, saya ditakut-takuti sama tukang taksi yang bercerita tentang tetangganya yang kena ledakan gas tiga kilogram itu. Saya sempat waswas juga saat itu dan akhirnya berusaha mencari selang yang paling bagus agar merasa lebih aman. Kompor gas itu kemudian menjadi "milik bersama" di tempat indekos saya itu. 

Lalu, televisi yang saya punya itu, 15 inci, kalau tidak salah, rusak dan biarpun sudah diketok-ketok atasnya, tetap tidak menyala. Televisi itu akhirnya berakhir di tukang loak yang kerap masuk ke halaman tempat indekos saya.

Hidup tanpa televisi sebenarnya tidak masalah. Bahkan, terkadang, kalaupun ada, kerap tidak dinyalakan. Kalaupun dinyalakan, terkadang tidak ditonton. Yah, ragam acara yang kurang menarik dan lebih banyak kurangnya membuat saya bukan tv-junki ala Oppie Andaresta. Eh, masih ada yang ingat nggak liriknya? Ini saya kutipkan biar kita saling nostalgia. :)


TV Junki 
(Oppie Andarsta)
Banyak pekerjaan menumpukTapi aku parkir dulu di depan TVSeharusnya kusarapan pagiTapi tanggung ada Madonna di MTV
Kutahu kamu punya janjiTapi kamu nonton Smack Down dulu di TVKini setelah hari berlaluKamu masih nonton Luis Vigo di TV
Semua planning jadi berantakanMalas bergerakMalas berpikir, malas membacaTerhipnotis oleh TVKita kan jadi, TV Junkie
Aku nggak ingin tergantung pada TVHe.. He.. Aku nggak ingin terjebak oleh TVHe.. He.. Kita berdua kadang bertengkar cuma karna TVHe.. He.. TV Junkie
Banyak pekerjaan menumpukTapi sayang ada Srimulat main di TVSeharusnya aku pergi mandiTapi tanggung ada Limp Bizkit di channel TV



Nah, mungkin beberapa acara yang Oppie sebutkan sudah tidak ada lagi atau kurang asyik lagi, ataupun hanya beberapa yang terkadang layak tonton. Kalaupun ada, awalnya bagus, lama-lama mungkin sudah ada kepentingan rating sehingga jadi terasa banyak "bolongnya". Meski jarang nonton teve, rasanya tetap ada yang kurang kalau ia tidak ada di kamar. Terkadang, televisi memang bisa jadi teman, yang kau abaikan tetap ia berceloteh riang. :D

Setelah sekian lama nggak punya teve, akhirnya, saya mencari teve lagi. Awalnya, mau beli yang bekas aja karena hanya biar sekadar ada. Namun, harganya tidak terlalu jauh juga dan saya termasuk yang sering bermasalah kalau beli barang second. Suka ada-ada saja yang malah bikin ia jadi "lebih mahal" dari harga yang baru. 

Televisi yang ada di gambar ini saya beli setelah Gita menikah. Saya ingat karena setelah menikah, Gita beli teve di salah satu pasar swalayan. Lagi diskon, katanya. Jadilah saya berniat mencarinya juga. Lalu, suatu malam, tanpa direncanakan, saya dan Ice--panggilan Ceria, adiknya Gita yang lagi jadi roommate saya setelah Gita--siap-siap ke Margo City. Kami berniat melihat-lihat televisi yang kata Gita diskon itu. Dengan Chizumi (motor matic merah saya itu), kami berangkat ke mal yang tak beberapa jauh dari tempat indekos saya itu.

Akhirnya, kami menemukan televisi yang diskon itu, tetapi tidak ada stok. Lalu, kami melihat televisi yang warnanya unik ini, warna tembaga dan tampak klasik. Setelah tanya ini-itu kepada petugasnya, televisi ini saya beli. Harganya tidak terlalu jauh dengan yang diskon itu. Stoknya pun ada dan petugasnya bertanya apakah televisinya akan saya bawa malam ini (karena mikir saya bawa mobil) ataukah diantar lusa (karena besoknya saya tidak ada di tempat). 

Saat bilang saya naik motor, si Mas bilang kotak televisi itu tidak terlalu besar kalaupun dibawa dengan motor. Akhirnya saya memutuskan membawa televisi itu malam itu juga. Dengan motor. Televisi itu akan dipegangi oleh Ice di boncengan. Dan, saat mendapati televisi dengan kotaknya itu, ternyata... ia cukup besar. Namun, karena sudah telanjur dan saya pikir cukuplah dan dekat pula, akhirnya televisi itu tetap kami bawa. Televisi itu diantar si Mas ke parkiran motor. Saya dan Ice mengambil motor, si Mas nunggu di pintu keluar parkiran. Sampai di pintu, si Mas menaikkan televisi itu di ruang antara saya di setir dan Ice di boncengan. Sebenarnya, televisinya lebih ke arah dipangku Ice karena space-nya sedikit. 

Saat saya mulai menjalankan motor dan sampai di pinggir jalan raya, saya ingat sesuatu. Ya ampun, antena yang tadi sekalian dibeli tertinggal di troli. Saat menengok ke belakang, tampaklah si Mas yang berlari-lari mendekati kami. Haha. Dramalah pokoknya. 

Untunglah saya dan Ice sampai di indekos kami dengan selamat. Televisinya ternyata cukup berat dan membuat saya sempat tidak seimbang. Jarak yang tadi saya bilang dekat terasa sangat-sangat jauh. Kalau lebih jauh sekitar sepuluh menit lagi, saya nggak tahu nasib saya, Ice, dan televisi itu. :))) 

Oh ya, saya terkadang tidak kapok untuk mikir "ah, bisa kok," saat akan membawa barang dengan Chizumi dan saya hanya sendirian. Selain televisi itu, saya pernah membawa kasur lantai yang digulung cukup besar, juga membawa meja dan kursi dengan motor matic saya itu. Sendirian pula. :p



______


[#20| Proyek #CeritaDariKamar]  







No comments:

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin