Hujan sore ini membawa saya ke sebuah kedai kecil bergaya Eropa kuno yang didominasi warna putih dan salem tua. Sebuah kedai kue. Hujan menjebak saya, tetapi kali ini sepertinya di tempat yang tepat. Tak ada salahnya menunggu hujan reda di kedai cantik ini.
Saat membuka pintu, dencing lonceng kecil di toko kue ini menyambut. Ketika hendak beranjak ke meja sudut dekat jendela lebar berbingkai putih, sesuatu menghentikan saya—yang akhirnya membuat saya memilih meja tak jauh dari sana. Seseorang tepatnya. Seorang perempuan dengan kue cokelat di mejanya.
Mungkin mata saya tak lepas dari meja perempuan itu ketika seorang pramusaji datang dan menawarkan pesanan, pesanan yang sama dengan perempuan di meja sudut. "Soufflé cokelat," katanya, "menu istimewa koki kami." Senyum hangat perempuan itu seakan menyihir dan membuat saya mengangguk, mungkin saja hari ini memang hari istimewa, pikir saya.
Pramusaji itu datang lagi, membawakan saya menu istimewanya. Ia bilang, itu buatan koki andal di toko kue ini. “Tapi, tak seperti soufflé buatannya yang hangat dan manis, ia sedikit dingin,” candanya kepada saya tentang koki pembuatnya, yang saya tebak adalah seorang laki-laki. Anise, ia memperkenalkan namanya. Kala itu, saya merasa kalau ia sedang berusaha menata hatinya, tetapi malah menyempatkan diri menghibur saya yang terjebak hujan.
"Kau sendirian?" tanyanya, kemudian entah bagaimana saya meminta agar ia duduk menemani saya. An tak keberatan melakukannya dan saya mendapati ia melirik penasaran ke perempuan di meja sudut—dan kami seakan mengawasi perempuan di meja sudut itu. Lalu, hari ini, sebuah kisah masa lalu saya hadir di meja kayu ini. Di hadapan Anise, seorang perempuan yang ternyata bukan pramusaji, melainkan juga seorang koki.
***
Ada sebuah kisah yang sejak lama terpatri di benak saya. Lekat. Kenangan tentang seseorang yang saya sayang, ayah saya. Kala itu, saya baru berusia enam tahun. Kami menginap di rumah kakak tertua saya. Ayah bertanya apakah saya sudah minta hadiah kepada Kakak sebelum kami pulang. Lalu, gadis kecil itu menjawab dengan lugas, “Aku tidak suka meminta, Ayah. Mungkin Ayah yang suka.”
Hingga kini, saya masih mengingat dengan jelas adegan di depan pintu itu. Seakan saya masuk ke putaran waktu dan menyaksikan gadis kecil berbaju terusan selutut dan aksen pita di pinggangnya. Gadis itu dengan polos berkata kepada sang Ayah di depan banyak orang.
Hari itu, entah bagaimana saya ingat, air mata jatuh dari mata laki-laki paruh baya itu. Lalu, kenangan itu mengendap menjadi perasaan bersalah pada diri gadis enam tahun itu, membuatnya luka setiap mengingat air mata yang jatuh itu.
Entah kapan saya mulai mengingat kenangan itu, saya lupa. Mungkin setelah ayah saya meninggal dunia. Yang saya tahu saya telah membuat luka seseorang yang saya sayangi dan rasanya begitu sakit, melebihi luka terkena sembilu di jari manis saya. Ketika dewasa, saya menerka-nerka, mungkinkah saya telah melukai harga diri ayah saya? Pertanyaan itu mengendap bertahun-tahun setelah ayah saya tiada.
Hari ini, kenangan itu hadir kembali, di hadapan An. Kenangan itu hampir membuat saya tenggelam jika saja suara itu tidak begitu jelas di telinga saya, “Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja. Hujan pasti berhenti. Setelahnya, kau akan melihat pelangi.” Saya pikir kata-kata itu diucapkan kepada saya. Namun, ternyata kepada seseorang di meja sudut.
Perempuan yang bicara itu, dia adalah An. Anise. Perempuan baik hati yang menemani saya di Afternoon Tea. Perempuan yang bisa kau temui dalam novel Walking After You. Seorang perempuan yang juga terjebak di masa lalu. Perempuan yang mencoba mengejar impian yang bukan miliknya agar perasaannya bisa bahagia. Namun, yang ia temukan malah luka.
An, perempuan berbau rempah-rempah itu menyembunyikan luka di balik tawanya. Lalu, hari ini, dia juga seakan bicara kepada saya. Bahwa semua akan baik-baik saja.
Ketika saya menatap ke meja sudut, gadis yang duduk di sana sudah tak ada lagi. Hujan pun sudah berhenti. Lalu, An, saya pun tak menemukannya lagi. Namun, hari ini, dia telah menemani saya bercerita. Menceritakan kisah sedih yang telah lama saya sembunyikan. Dan, ketika ia bicara bahwa semua akan baik-baik saja, saya seakan merasa ia juga sedang bicara kepada dirinya sendiri. An, semoga lukanya pun terhapus dalam hujan, dalam manis soufflé istimewa.
An, bisa saja dia adalah saya. An, mungkin saja dia adalah kau. Bersama An, kita akan mencoba memaknai kehilangan, juga arti memaafkan.
Kau tahu tak ada saat yang tepat untuk melupakan masa lalu. Hanya ada waktu yang tepat untuk memaafkan, menerima sesuatu yang telah menjadi bagian hidupmu.
***
Ketika bercerita kepada An tentang kisah ayah saya itu, saya masih mengingatnya dengan pilu. Namun, kau tahu, ada sesuatu yang terangkat dari diri saya ketika selesai menyampaikannya. Mungkin, memang benar yang orang katakan, rahasia yang paling rahasia adalah rahasia yang kau sembunyikan dari dirimu sendiri. Ketika terjebak dalam masa lalu, tak banyak yang bisa kau lakukan jika kau berdiam diri di sudut rahasiamu. Kau harus bisa menemukan seseorang yang bisa kau percaya untuk kau bagi kisah paling rahasiamu. Agar hatimu pasti bahwa kau tak sendiri.
Saya keluar dari kedai kecil bergaya Eropa kuno itu, dan menatap papan kayu yang tergantung di langit-langit teras bangunan: Afternoon Tea.
Sore yang hujan itu, saya bertemu seorang perempuan yang istimewa di toko kue ini. Belajar banyak darinya. An, nama perempuan itu, tak akan terlupa nama manis itu.
Bersama An, kau akan berbagi rahasia. Kau akan menemukan masa terpuruk gadis periang itu. Namun, kau juga akan menemukan makna mendalam ketika ia mengisahkan “Pelangi Dalam Gelas Kaca”, dan merasa kau tak sendiri yang terjebak dalam masa lalu. Kau akan tahu bahwa kau pun mampu segera keluar dari masa lalu—tempat tanpa arah itu.
Suatu ketika, saat kau menyusuri kisahnya dalam Walking After You, kau akan menemukan An berkata, “Untuk melepaskan masa lalu, yang harus kita lakukan bukan melupakannya, melainkan menerimanya.” Kau, sudahkah kau mampu melakukannya?
Nah, tuliskan kisahmu di kolom comment postingan ini sebanyak sekitar 200 kata. Seorang yang beruntung dengan kisah “melepaskan masa lalu”-nya akan mendapatkan sebuah buku Walking After You karya Windry Ramadhina.
Saya tunggu kisahmu hingga pukul delapan malam ini. (ralat: karena masih ada waktu, tulisanmu ditunggu hingga pukul 24.00 malam ini).
Good luck! ;)
Salam,
Widyawati Oktavia
______________
PS. Terima kasih, Windry, telah menuliskan kisah yang begitu menyentuh ini. Yang mampu membuatmu berjanji di dalam hati untuk tak lagi melukai dan tak akan melepas seseorang yang kau sayangi. :*
#VirtualBookTour @GagasMedia #TigaCeritaCinta #WalkingAfterYou @windryramadhina
43 comments:
Hujan deras yang membasahi Kota tertua di negara ini membuat Ku bermalas-malasan,hari ini keluarga Ku akan bertemu dengan keluarganya An, tepatnya Anissa biasanya Aku panggil An. Nama ku Choco biasa di panggil Co/Cho. Anissa adalah kekasih Ku, sudah tujuh tahun Aku berkomitmen dengannya. Arloji Ku menunjukan pukul empat belas lewat lima, sudah saat nya Aku dan keluarga menuju kediaman Anissa.
***
Saat sudah tiba di rumah nya, keluarga Ku dan dia segera menuju ruang keluarga. Mereka membahas tentang pertunangan Aku dan An. Jujur saja Aku umur Ku baru genap 18 tahun. Aku akan bertunagan dengan An karena Aku dan dia akan melanjutkan studi Ku di Korea,Seoul tepat nya di Seoul National University. Aku akan mengambil jurusan bisnis dan dia akan mengambil jurusan ekonomi. Pembicaraan berlanjut seru. Hujan sudah berhenti tak ada petir atau suara bergemuruh disini, seketika An mengajak Ku ke halaman belakangnya tempat favorit Aku dan dia. Dia bilang "Co umur Ku 18 tahun Aku belum siap dengan pertunangan ini. Co"suara kecil. Aku kaget beberapa detik. Aku hanya bisa diam seribu bahasa. "lalu mau kamu apa?"ujar Ku. "bilang ke orang tua kita kalau pertunangan kita di batalkan saja "ujar nya.
***
Aku langsung ke parkiran dan langsung melaju mobil Ku dengan kecepatan penuh. Akhirnya Aku tiba di rumah,Aku diam di rumah selama tiga hari, tidak makan atau pun minum. Aku merenung. Kayaknya Aku akan segera pergi dari sini dan kuliah di Inggris,London tepat nya di University College London. Besok nya Aku berpamitan dan langsung menuju london.
***
12 jam di pewawat rasanya huft tak bisa di ungkapkan. Aku segera mencari apartment di sekitar tempat kuliah Ku dan akhir nya ada yang cocok. Besok nya Aku segera menuju kesana. disana ada tiga temen baru Ku yang juga kuliah di UCL tetapi berbeda jurusan. Satu bulan disini di kepala ku maaih terbesit dengan yang namanya An. Sering kali Ku coba lupakan sayang nya Aku gabisa. disini Aku bergonta-ganti pacar, katanya muka Ku ini muka asia sekali jadi banyak yang memincut hati nya. Tetap saja An adalah wanita yang terbaik yang pernah kutemui. Sudah lima tahun disini rasanya betah tak mau pulang. Dan akhirnya pada bulan Juni Aku pulang ke Indonesia. Baru sebulan Aku langsung kerja di perusahaan papa Ku di bidang pakaian. Aku punya assisten, namanya Ine tepatnya Ineke. Sudah dua tahun Ku jalani usaha papa Ku dan sudah dua tahun juga aku berkenalan dengan Ine, dia cantik,baik,dan selalu sopan. Akhirnya tepat pada bulan Januari Aku dan Ine ke melangsungkan pesta pernikahan di yang bertemakan white di kebun teh kawasan Bogor. Sudah 7 tahun ku hidup tanpa An dan akhirnya Aku bisa melepaskan masa lalu Ku yang suram. Aku sering bercerita dengan Ineke tentang masa lalu Ku, masa lalu Ku dengan An. Aku ceritakan kenapa Aku bisa ke Seoul. Setelah Aku selesai menceritakan semuanya, si Ineke pendengar paling hebat hanya bisa menjawab " Untuk melepaskan masa lalu, yang harus kita lakukan bukan melupakannya, melainkan menerimanya."
Saya, seperti remaja lainnya, pernah merasakan yang namanya suka terhadap lawan jenis, atau apa yang kita sebut jatuh cinta; padahal menurut saya bukan.
Namanya Fariz. Kami bersekolah di sekolah yang sama selama smp dan sma. Saya pun mulai menyukainya sejak akhir kelas 3 smp, dan terhitung 3 tahunlah saya menyukainya.
Singkat cerita, dengan bantuan teman-teman dan kenekatan dalam diri saya, saya mulai sedikit demi sedikit berbicara dengannya. Kami bahkan sms-an dan bersikap sebagaimana teman akrab. Sampai saya yakin semua akan berjalan dengan indah ( ), tiba-tiba lelaki itu berpacaran dengan teman sekelas saya sendiri.
Jujur, saya pikir rasa suka ini hanya main-main; lewat sementara, kemudian akan hilang. Tapi tidak disangka, yang saya rasakan ternyata cukup untuk membuat saya menangis dan merenung. Anggaplah saya berlebihan, tapi memang seperti itu kenyataannya. Berbagai cara sudah saya lakukan untuk melupakan masa-masa itu, termasuk dia. Saya berusaha belajar dan menjadikan diri saya lebih baik lagi. Saya bahkan berhasil masuk ke universitas yang saya cita-citakan.
Dia memang masa lalu yang kini sudah berhasil saya lepaskan, saya tertawakan dan ceritakan ke banyak orang. Saya tidak menyesal memiliki masa lalu seperti itu. Pada akhirnya, masa lalu itulah yang telah mengajarkan saya untuk menjadi kuat. Terimakasih.
Melepaskan masa lalu?
Aku pernah terjerat masa lalu, tidak bisa melepaskannya. Terlalu banyak hal indah yang kita lewati, pikirku, jadi terasa sulit untuk pergi dan melepaskan kenangannya. Sering kuhubungi dia yang berada di kota lain, ya, kita pacaran jarak jauh, jadi sangat sulit untuk kita menyelesaikan masalah, sampai akhirnya harus terpisah. Tapi dia tidak pernah merespon sms atau teleponku, ia sibuk dengan dunianya yang sekarang. Dunia di mana dia bisa dengan bebas menghabiskan waktu bersama teman-temannya, tanpa tuntutan dariku. Ya, aku yang selalu ingin mendapatkan kabar darinya, aku yang selalu ingin mendapatkan sedikit waktu dari 24 jam yang ia habiskan untuk kuliah dan berkumpul dengan teman-temannya. Tapi dia tak bisa, itu terlalu sulit untuknya.
Sampai akhirnya aku tersadar, aku seperti orang bodoh mengemis perhatian pada orang yang untuk mengingatku saja sepertinya jarang. Ia bukan pria yang dulu kukenal, kini ia sudah punya kebahagiaan yang lain. Aku harus menerimanya, menerima bahwa aku bukan lagi prioritasnya. Menerima bahwa tak akan ada lagi sosok yang memberi kejutan di depan rumah sambil membawa es krim. Menerima bahwa tidak akan ada lagi pertemuan-pertemuan singkat yang berharga. Itu semua tinggallah kenangan. Kini kusadar, ternyata melepaskannya cukup mudah, hanya perlu menerima, menerima bahwa ia tak lagi mencintaiku.
Mengubah Kenangan
Dulu, aku melihat wanita tua yang kusebut ibu menangis setelah dipukul oleh seseorang yang dia cintai. Dan sialnya, orang itu kupanggil ayah hingga sekarang. Dia bahkan mendominasi di kehidupanku selanjutnya. Menggabungkan peran dirinya dan almarhumah ibu. Satu kenyataan yang kudapat sekarang adalah, aku sangat membencinya.
Namun, kini aku berdiri mematung di sini juga dengan merapalkan kutukan benci yang sama pada diriku sendiri. Aku telah menamparkan setelah melempar umpatan keji kepada seorang gadis yang kusebut istri. Ia kini entah sudah di mana. Berlari keluar menuju jalan sepi.
Mendadak ini seperti sebuah dejavu untukku. Sama seperti saat pertengkaran ayah dan ibu dulu dan berakhir tewasnya ibu akibat tertabrak mobil setelah melarikan diri dari Ayah. Akankah...
Belum selesai pikiran burukku, sebuah ketukan membuatku kaget. Perempuan cantik muncul di hadapanku kemudian memelukku dan mengucapkan maaf.
Aku akhirnya sadar bahwa suatu hal yang buruk di masa lalu tak dapat kubawa ke masa sekarang dan menciptakan kenangan sama. Karena aku mencintai perempuan ini. Tak sama seperti cinta ayah ke ibu.
"Maafkan aku telah mengataimu sama seperti ayahmu." Dia menangis di pelukanku.
Dulu seseorang mengatakan padaku, "Kamu yang sekarang adalah berdasar pemikiranmu karena dulu. Kenangan buruk membuatmu untuk balas dendam atau membuatmu menjadi lebih baik."
@nisa_ms_
Menapaki kembali jejak kenangan di masa lalu membuatku terpekur lama.
'Memangnya dia masih di sana?', tanyaku dalam hati.
Sepertinya tidak. Sepertinya.
***
Tujuh tahun lalu, aku masih bocah ingusan. Setidaknya begitulah orang-orang menyebut remaja seusiaku.
Sinar matahari masuk melalui celah-celah ventilasi kelasku. Menimpa wajah lugunya. Dia? Siapa?
Entah dia siapa. Aku tidak mengenalnya dengan baik. Tapi kehadirannya cukup menjengkelkan. Beberapa soal matematika ini seharusnya mudah untuk kuselesaikan, jika konsentrasiku tidak buyar karena dia.
Lagipula, siapa yang tahu hati akan condong ke mana?
Hari berganti tahun. Perasaan ini menjadi raksasa di dalam hati dan siap meledak kapan saja. Namun cinta harus menempuh bungkamnya, sebab si pemilik urung malu.
‘Biar saja perasaan ini di sini. Tak perlu diungkapkan. Ada waktunya..’
Gelisah. Gundah.
Hingga suatu hari, waktunya datang. Dia pergi selamanya. Sebelum ada pengakuan di ujung tenggorokan. Sebelum ada jalinan kenangan yang kubuat dengannya. Sebelum ada apa-apa di antara aku dan dia.
Aku kehilangannya, dengan rasa kesal luar biasa. Sebab aku belum berjuang sama sekali. Untuk membuatnya merasakan hal yang kurasakan. Lebih miris, aku belum mengesankan apa-apa untuknya.
Di sinilah aku, melepaskan angan-anganku tentang dia. Sebab dia sudah bahagia.
***
‘Sekarang, dia masih di hatimu?’
‘Sepertinya tidak. Sepertinya..’
- @evizaid
Aku,terus mendamba satu nama sepanjang satu dekade. Edia, begitu namanya. Aku lebih senang menyebutnya si 'perangkai mozaik'. Anak laki-laki dengan cita rasa perempuan.
Apa maksudnya?
Biar kalian tak bingung, kurapalkan sedikit.
Kenapa aku menyebutnya punya 'cita rasa perempuan', itu karena satu hari di pelajaran kerajinan tangan di kelas kami. Saat itu kami di beri tugas untuk menempelakan potongan-potongan mozaik pada kertas gambar yang sudah kami buat sketsanya terlebih dahulu. Perlu ketelitian yang sangat tinggi untuk bisa menempelkan potongan-potongan kertas itu menjadi satu bentuk utuh yang manis. Aku kesulitan, dan tak pernah berhasil pada pelajaran ini. Berkali-kali. Tapi dia, si 'perangkai mozaik'menyelesaikannya dengan sempurna. Mendapatkan nilai tertinggi. Dan sungguh, karyanya adalah yang paling rapih dikelas kami,mengalahkan semua karya anak lainnya,termasuk murid perempuan.
Aku menyukainya, sangat menyukainya. Tapi sayangnya, waktu memisahkan kami. Selepas sekolah dasar, kami bersekolah di SMP yang berbeda. Dan sejak itu aku tak pernah lagi bertemu dengannya.
***
Aku kehilangan jejaknya. Bahkan disaat sosial media bertumbuh dengan sangat cepat dan menjamur di negeri ini,aku tak pernah bisa berhasil menemukannya. Bertahun-tahun aku mencarinya, dalam sunyi. Mana mungkinlah aku berani mencarinya dengan terang-terangan. Akan menimbulakan banyak pertanyaan buat orang lain. Dan mungkin karena itulah aku tak pernah berhasil menemukannya.
Hingga akhirnya, di tahun ini aku memutuskan untuk melepaskannya. Dari ingatanku.Aku mulai berpikir lebih realistis. Terobsesi pada satu orang laki-laki membuatku lupa pada kenyataan yang ada. Jurang yang memisahkan kita. Aku dan dia berebda jauh.Jauh sekali. Baru kusadari itu sekarang. Bisa saja, disana dia sedang berbahagia dengan seseorang yang jauh lebih pantas bersanding dengannya. Tanpa pernah tahu keberadaanku, apalagi perasaanku.
***
Aku, bisa berbahagia dengan hidupku yang meskipun tanpa kehadirannya. Dengan pilihanku. Dan dengan realita yang ada dihadapanku.
Jika memang Tuahn tidak mempersatukan kami, setidaknya Dia sudah mempersiapakan pertemuanku dengan orang lain.
Setidaknya itu yang kupercayai saat ini.
Aku terbangun sendiri di sebuah ruangan yang masih mengingatkanku tentang seseorang. Dulu ia meninggalkanku karena orang lain. Sungguh tersayat hati ini karenanya. Hatiku telah belajar untuk melupakan. Dimulai dengan diriku sendiri dengan setiap nafas yang semakin kuat. Ini bukan waktu untuk menyesal karena aku tidak perlu bertahan untuk patah hati, ketika ada begitu banyak kehidupan berharga yang Tuhan berikan untuk hidup. Aku yakin cinta akan datang padaku pada sayap malaikat untukku. Aku tahu yang benar, aku bisa merasakan kasih Tuhan yang selalu ada untukku. Kini, waktu sudah berubah menjadi halaman. Aku tidak tahu kapan pastinya, tapi aku selalu yakin cinta akan menemuiku lagi. Aku tidak takut akan misteri esok hari. Aku telah menemukan iman yang dapat menyelamatkanku dari kejamnya orang-orang di dunia. Ada janji yang telah aku buat dan harus segera aku tepati. Ada mimpi yang akan aku buat menjadi nyata. Ada kesempatan lagi untuk memulai dan itu datang dengan kesungguhan. Aku bisa merasakannya di sini, tepatnya di dalam hatiku. Aku tidak perlu mengingat kejadian lampau yang suram. Masih ada kehidupan berharga yang menungguku. Memang ada orang yang tidak bisa memasuki masa depan yang baru karena tidak tegas membebaskan diri dari masa lalunya. Tapi, aku tidak termasuk orang-orang seperti mereka.
Kufikir masalalu adalah hal yang seharusnya dilupakan. Bahkan saat kita sudah merasa sangat tersiksa dengan keadaan yang terus saja menekan. Saat masalalu menghadapkan kita pada peristiwa yang membuat kita hancur sehancur-hancurnya. Bahkan ku anggap itu adalah waktu paling menyiksa karena hanya bergulir air mata. Namun, ku sadar masalalu bukan hanya sesuatu peristiwa yang hanya menciptakan kehancuran, mungkin juga ia menciptakan perbaikan. Ia bisa memulihkan. Tindakan paling bodoh di dunia bagiku, adalah saat aku akan benar-benar lupa pada masalalu. Yang perlu kita saring dalam otak kita adalah masa lalu yang menjatuhkan. Misal, seseorang yang terluka akibat cinta. Saat ia benar-benar cinta, dan saat itu pula patah hati menerpanya. Itulah kisahku. Aku mulai menjalin keakraban dengan sahabat baruku. Ia mengenalkan ku dengan cowok yang berbeda sekolah denganku. Kami memulai kontak pesan singkat. Kufikir ia hanya menjadi teman, namun sesuatu dalam diriku akhirnya merobohkan pernyataan itu. Sadar aku telah mencintainya, namun ku pendam semuanya. Ku biarkan angin akan membawa cinta itu, karena ia tak pernah menyinggung cinta diantara kami. Yang selalu ku ingat saat dia benar-benar telah mengganggapku sebagai temannya, bukan seseorang yang selama ini ia cinta. Kisah ini akan selalu ku ingat, walau terselip tanda tanya
Bagaimana rasanya kehilangan seorang sahabat yang menemanimu sejak kecil ,berbagi tawa, air mata, cerita dan pengalaman hidup?
tak ada yang bisa membayangkannya bahkan menjalaninya.
Tapi aku bisa.
Kepergiannya karenaku, karena kecerobohanku. Aku terus merutuki kematiannya. Mengapa aku yang mengantarkannya ke Tuhan ? Mengapa aku ?
Disaat terakhir, aku pun tak sempat membalas perasaannya padaku. Sakit ini menjejaliku sampai dua tahun kematiannya berlalu.
Tepat di dua tahun kematiaannya, ia datang ke dalam mimpi ku. Memintaku untuk benar-benar melepaskannya, merelakannya, mengikhlaskannya dialam sana. Ia ingin aku kembali menjadi gadis yang ceria.
Aku menangis histeris, dan aku merenungkan semua hal yang telah terjadi ini. Aku harus bangkit, aku harus menjalani kehidupanku disini. Apapun rasanya, bukankah lebih indah jika dijalani dengan tawa dan senyuman ?
Aku bangkit, aku berusaha mneguatkan diriku dan melepaskan masa lalu itu perlahan. Bukan, aku berusaha menerima masa lalu itu ada disini untuk bekal hidupku, untuk jembatan hidupku , jembatan meraih cita-cita dan mimpi ku yang dulu pernah terucap. I will never give up.
“melepaskan masa lalu”
Memang benar, tak seharusnya masa lalu itu dilupakan.
Karena dari masa lalu, masa-masa yang telah kita lewati itulah kita bisa menjadikannya sebagai suatu pengalaman.
Dan seperti yang mereka katakan bahwa sesungguhnya pengalaman adalah guru terbaik untuk hidup dan kehidupan kita di masa kini dan masa yang akan datang.
Berbicara tentang masa lalu, pastinya ada masa lalu yang menyenangkan dan ada masa lalu yang menyedihkan. Dan untuk masa lalu yang menyenangkan, tentunya itu tidak menjadi masalah bagi siapapun, malah dengan mengingatnya bisa menjadi pelipur lara. Namun mengenai masa lalu yang menyedihkan, ini terkadang menjadi masalah besar bagi mereka yang tidak lagi mau mengingat masa-masa sedih mereka di masa yang telah lewat.
Sebenarnya tidak perlu khawatir, karena percayalah, Allah SWT tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan makhluknya.
Dan sesungguhnya, ada cara yang begitu sederhana untuk keluar dari ruang masa lalu yang menyedihkan dan menyakitkan itu. Hanya terdiri dari satu kata yang begitu sederhana. dan kata kunci itu adalah Ikhlas.
Iya, karena hanya dengan ikhlas lah semua akan terasa ringan, sesakit, senyeri dan semenyedihkan apapun itu...
Saya tahu, ikhlas memang mudah diucapkan tapi terkadang sangat sulit untuk dijalani. Tapi cobalah, cobalah dan cobalah...
Maka semua akan baik-baik saja. Dihatimu akan terasa tenang dan Insya Allah semua akan bisa kita terima dengan lapang dada, sepahit apapun kenyataan di masa lalu yang menyakitkan itu.
Pernah merasa bersalah karena melakukan suatu hal di masa lalu?
Itu wajar. Be Positive. Tidak ada manusia yang sempurna, termasuk kamu. .. dan berusahalah untuk tidak mengulanginya lagi di kemudian hari.
Ini sebuah kisah sederhana tentang aku dan kamu.
Tentang pertemuan kita di satu senja.
Tentang perpisahan kita di malam kelabu.
"Airin!" Begitu lah kamu memanggilku. Tahukah kamu? Bahwa hanya kamu seorang, yang memanggilku dengan nama tengahku.
Senja itu, aku terduduk sendiri ditepi pantai. Memandang langit sore dengan mulut berkerucut dan kamu datang dengan seulas senyum, ikut duduk disampingku. "Mengapa wajahmu ditekuk?" Itu lah kalimat perkenalan yang kamu ucapkan. Aku hanya menengok kearahmu sambil mengkerutkan kening. Kemudian kamu mengulurkan tangan, "Namaku Ray, kamu Airin, kan?" Aku hanya menggelengkan kepala. Kamu terlihat panik dan salah tingkah. Sejurus kemudian aku tertawa terbahak-bahak.
"Airin ialah nama tengahku, panggil aku An, kependekkan dari Annellia." Kataku sambil menyambut tanganmu."
"Aku lebih suka memanggilmu Airin." Katamu dengan senyum tulusmu, "Tetapi, mungkin An juga sama manisnya." ujarmu kemudian. Mulai sore itu, kami resmi berteman. Kami bercerita, tertawa dan berlari-larian. Hingga matahari benar-benar tenggelam.
Dan kami berjanji untuk bertemu kembali besok senja. Sejak saat itu, soreku tak pernah lagi sepi. Aku yang berumur tujuh tahun. Akhirnya menemukan teman akrab yang berjanji untuk terus menemaniku disetiap senja. Tawa, senyum, dan kejahilanmu yang kini selalu hadir dalam setiap senjaku. Itulah semangatku, semangat anak kecil berumur 7 tahun.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, dan kereta api yang akan membawaku ke Yogyakarta sudah tiba. Sepanjang perjalanan, aku teringat akan masa laluku, masa kecilku bersama Ray. Lelaki dengan raut wajah yang unik dan senyum yang selalu tulus. Lelaki yang akhirnya mau memanggilku An jika sebelumnya ia memanggilku Airin. Sekarang umurku sudah 20 tahun, itu berarti sudah hampir 6 tahun sejak perpisahan kita. Bertemu pada usia 7 tahun dan berpisah pada usia 14 tahun. Hmm kalau dihitung 7x2 itu 14 bukan? Hey, lucukah itu, Ray? Haha iya sangat lucu ya. Dan aku hanya bisa tersenyum miris dengan lelucon garingku karena memikirkanmu, Ray.
Tiba-tiba, perempuan disampingku bertanya mengapa aku tersenyum sendiri, mungkin ia pikir aku aneh. Ah tapi mengapa matanya menunjukkan keramahan dan keteduhan? Dan sebelum aku menjawab, perempuan itu memperkenalkan dirinya dan menceritakan masa lalunya bersama mantan pacarnya. Aku merasakan keteduhan, ketenangan tetapi juga ada kesedihan.
Setelah selesai ia bercerita, ia bertanya kepadaku, apakah kau pernah kehilangan seseorang yang berarti dalam hidupmu? Aku hanya memalingkan muka ke jendela, menghindari tatapannya dan aku langsung menemukan pikiranku menunjuk Ray, teman kecilku, sebagai pelakunya. Saat aku berpaling kepada perempuan itu dan ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba ia berkata "Kalau kamu tidak mau bercerita, tidak masalah, An." Aku baru membuka ingin mulut dan ia langsung berkata "Untuk melepaskan masa lalu, yang harus kita lakukan bukan melupakannya, melainkan menerimanya.” Lalu ia tersenyum dan meminta izin untuk pergi ke gerbong restaurant.
"Untuk melepaskan masa lalu, yang harus kita lakukan bukan melupakannya, melainkan menerimanya.” Aku tersenyum mengingatnya, karena itu aku ke Yogya, mencari dunia baru dan keluar dari masa lalu. Dan satu lagi, kenapa kita harus meratapi masa lalu kalau ternyata masa sekarang lebih indah?
Aku ingat, pernah ada yang berkata seperti ini padaku: "Aku bukannya meninggalkanmu, hanya saja aku mengumpat disuatu tempat dan kau pasti akan menemukanku"
Dulu, ya dulu sekali entah ketika diriku menginjak usia yang keberapa. Entah lah aku lupa! Yang aku ingat hanyalah bisikkan manis nan polos dari bibir mungil seorang anak kecil cantik - sebut saja namanya Mimi.
Orang tua kami berteman baik, aku pun dan Mimi bersahabat akrab, kami tidak kembar tapi sering kali kami merengek untuk minta dibelikan baju kembar, sepatu kembar, boneka kembar. Semuanya kembar!
Sampai pada saat itu datang, memang benar aku dan Mimi sering sekali bermain petak umpat dan selalu saja jika giliran aku berjaga aku akan dengan mudah menemukannya namun, tidak untuk kali ini. Mengapa sampai sekarang aku tidak dapat menemukannya?
Dimana Mimi? Kemana dia mengumpat?
Setelah kalimat terakhir itu, aku tidak lagi mendengarkan suara imut Mimi.
Ya memang benar, Mimi tidak benar-benar pergi meninggalkanku hanya saja dia mengumpat ditempat yang jauh lebih baik untuknya dan aku yakin suatu saat aku akan kembali bertemu dengannya.
Aku tidak ingin melepaskan kenangan masa lalu ku dengan Mimi begitu saja, walaupun terlihat menyedihkan bukan kah ini kenangan manis antara diriku dengan sahabat kecil ku?
Banyak sekali orang yang ingin melupakan masa lalunya, tapi tidak untuk ku! Tolong katakan kepadaku, bagaimana caranya melupakan kenangan menyedihkan ini yang bahkan aku berpikir kenangan ini sungguh lebih manis dari sebatang lollipop?
♡ -agnssaxu-
Aku sedang melihat foto BTS(Buku Tahunan Sekolah)SMP-ku ketika mataku terpaut pada satu foto. Foto anak lelaki dengan kulit coklat dan rambut yang sedikit jabrik dengan senyum jahil yang terpampang di wajahnya. Aku menghembuskan nafas "Sudah lama sekali rasanya.."
***
Hujan turun dengan lebat ketika penghuni kelas 7.3 di suatu sekolah kawasan jakarta selatan itu masih tengah serius memperhatikan pelajaran, kecuali seorang anak laki-laki bernama Ray dengan kulit coklat dan rambut yang juga coklat sedang menjahili seorang anak perempuan. Anak itu aku. Dia sedang menyentil anting-anting yang tergantung di telingaku bagian bawah. dia memang sangat usil, bahkan saat pelajaran berlangsung dia tak menghiraukan guru yang mengajar. Dia seorang yang sangat jail dengan julukan "Playboy". Aku dan dia sama-sama OSIS dan saat itu OSIS di sekolahku mengikuti pelatihan LDKS di suatu daerah. Dan dia adalah satu-satunya laki-laki yang kukenal dalam OSIS di angkatanku itu, lainnya aku tak tahu. Dia tetap saja menjahiliku saat aku berpapasan dengannya, tapi dia juga sering membuatku tertawa, sampai suatu saat muncul perasaan asing dihatiku. mungkin itu hanya perasaan biasa, kupikir. Tapi tiap hari yang kulewati saat berpapasan dengannya, dadaku semakin berdebar tak karuan semenjak kepulangan ku dari LDKS waktu itu. Aku juga yang sebelumnya merasa terusik karena kejailannya malah senang karena dia selalu menjahiliku dan bercanda denganku, dan aku ingin dia seperti itu terus padaku. Dan sepertinya aku juga merasa dia menyukaiku, tapi aku tak ingin dia tahu perasaanku. Dan pada suatu hari, aku melakukan kesalahan, suatu kebohongan yang membuat dia mulai menjauhiku. Hubungan kami pun terputus, dia terus mendiamiku samapi aku lulus dari Sekolah tersebut.
Sampai sekarang pun ketika aku melihat fotonya Di BTS, Aku berharap aku menemukan mesin waktu seprti yang dipunya doraemon atau apapun yang bisa merubah masa laluku dengannya, Tapi aku sadar itu tak mungkin. Mesin waktu itu hanya ada dalam cerita dan Doraemon hanya sebuah kartun animasi. Dan dari situlah aku belajar bahwa kebohongan sekecil apapun tak akan membuatmu tenang jika kamu memang sadar bahwa yang kau lakukan itu salah. Dan darinya aku belajar bahwa ternyata bukan hanya wanita saja yang tak mau dibohongi tapi laki-laki juga tak menyukainya, apalagi kebohongan itu adalah kebohongan yag diutarakan oleh seseorang yang mungkin disukainya.
@n_nuraslamiyah
Kau tidak akan pernah tahu bagaimana masa lalu itu dimulai.
Dan selamanya, kau tidak akan pernah tahu bagaimana cara yang benar-benar tepat untuk melepasnya.
Kau harusnya mengerti tentang kesemrawutan suasana sekolah pada saat jam kosong, dan kita yang mengisi dunia kita sendiri. Kau harusnya juga mengerti tentang senyum-lempar-balas yang tiap hari kian berubah menjadi adiksi.
Kau harusnya tahu bahwa kepergianmu tidak sesederhana membuat teh di pagi hari.
Kau harusnya tahu, bahwa fragmen masa lalu yang kau tinggalkan, yang aku bawa melewati beberapa stasiun kota, yang didalamnya penuh dengan keberangkatan dan kepergian, yang aku lewati dengan selinting angin malam berasap kepul yang sendunya tidak mau menepi. Kau harusnya tahu, bahwa ditinggal perempuan yang setidaknya pernah seberarti kedua setelah ibu adalah hal yang cukup baik bagi ingatan-ingatan yang kalap dalam sunyi-senyap kau pergi bersama lulusnya kita saban hari.
Kau tidak pernah tahu dan seharusnya kau harus tahu bahwa kisah-kisah fiktif yang kukarang mengenai seseorang yang mampu melepas masa lalunya adalah kebohongan simultan yang pernah kulakukan.
Dan disana, kau berbaiklah, dan doaku akan kegermbiraanmu sejalan seiring aku mencoba melepasmu.
Masa lalu ku adalah seorang lelaki yang kutemui 4 tahun yang lalu. Kami satu sekolah, dia bisa dibilang lelaki yg most wanted dikelas ku dulu. Dia pendiam meskipun terkesan dingin. Itulah yang pertama kali membuatku tertarik padanya. Semua orang berusaha mendekatinya secara terang-terangan, tapi aku tidak. Ketika orang-orang berhasil mendapatkan nomor ponselnya, aku mungkin adalah orang terakhir yang tahu angka-angka itu.Lambat laun aku dan lelaki itu menjadi dekat. Meskipun hanya melalui pesan singkat di handphone karena ketika bertemu langsung disekolah, dia masih sedingin biasanya padaku. Kami sangat dekat sampai aku tahu semua hal yang ditakutinya,yang dibencinya,yang disenanginya,semua rahasianya. Dan dia sendiri yang bercerita padaku.
Singkatnya, apa yang ku perkirakan tidak pernah terjadi. Kami hanya sebatas itu saja. Setahun kemudian, dia mulai berpacaran dengan salah satu siswi disekolah ku juga. Perlahan, dia mulai menghilang, tidak pernah mengirimi ku sms lagi meskipun disekolah kami mulai akrab. Dia semakin populer disekolah dan pacarnya terus berganti. Dia melupakanku sebagai seseorang yang pernah dibuatnya terbang.
4 tahun berlalu, aku tidak pernah melupakan masa lalu ku itu. Bagaimana bisa? Kami selalu dipertemukan hingga sekarang. Dan yang terjadi adalah aku merelakannya dengan siapapun dia saat ini. Harusnya aku berterima kasih, dia membuatku jauh lebih kuat. Dia membuatku sadar bahwa seharusnya, aku tidak terlalu mudah terbuai. Dan setiap kali bertemu, dia selalu menyapaku, sedikit dengan ledekan yang kadang membuatku ingin menjambaknya.
"Melepaskan Masa Lalu"
Mengenai masa lalu, saya sebenarnya punya banyak kisah tentang masa lalu. Kalau boleh saya akan bercerita juga tentang "Ayah" saya, hhmm lebih tepatnya keluarga saya.
Saya tidak pernah menyangka saya menjadi bagian dari komunitas mereka yaitu "Anak Broken Home". Saya mengira saya akan memiliki kelurga yang harmonis itu untuk selama-lamanya, namun harapan saya itu pupus saat saya baru menduduki kelas 1 SMP. kebersamaan itu berlalu begitu cepat hingga meninggalkan luka yang sampai bertahun-tahun belum saya temukan obatnya.
Saya masih ingat, ingat sekali, detik-detik saat ayah saya menceraikan ibu saya. Kala itu saya sedang berumur 13 tahun dan saya memiliki seorang kakak yang berumur 16 tahun.
Tepatnya pada saat keluarga saya baru saja membeli motor baru untuk ibu saya, karena sebelumnya ibu saya sudah belajar mengendarai motor dan akhirnya ayah membelikan motor untuk ibu.
Kejadian itu dimulai sejak ibu sering bepergian dan pulang malam untuk mengantar temannya yang memiliki latar belakang "Broken Home" juga.
Aku dan Kakakku sedang berada dalam kamar sambil menunggu Ibu, dan Ayahku sedang berada di ruang tamu juga menunggu Ibu yang belum pulang. Saat Aku dan Kakakku keluar kamar, Ayah bertanya "Ibu kemana? Kok belum pulang?" "Mengantar temannya" jawabku. Lalu aku dan Kakakku masuk kembali ke kamar.
Lalu terdengar suara motor yang berhenti depan rumahku dan itu Ibu. Tiba-tiba saja tanpa Aku dan Kakakku sadari Ayah sudah keluar rumah dan memarahi Ibu. Aku dan Kakakku pun langsung bergegas keluar sambil menangis.
"Kamu kemana saja? Mau saya ceraikan kamu? blablablabbla.... " ucap Ayah. Ibu sudah berusaha untuk menjelaskan namun Ayah terus memarahi Ibu sampai Ibu tidak bisa berkata apa-apa saat Ayah mengeluarkan kata "CERAI". Kakakku yang saat itu berusaha untuk menenangkan Ayah namun tidak bisa. Aku hanya bisa menangis melihat pertengkaran itu.
"Sini sayang sama Ibu" ucap Ibu padaku. Namun aku tetap menangis di tempatku. Sampai-sampai kedua tetanggaku keluar rumah karena suara Ayah yang sangat besar memarahi ibu. Lalu aku dipeluk oleh tetangga yang sudah akrab ku panggil "Bunda" dan aku dibawa kerumahnya. Setelah memarahi Ibu, Ayah meninggalkan Ibu dan Kakakku di luar.
Malam itu Aku, Kakakku dan Ibuku menginap di rumah Bunda. Aku dan Kakakku belum bisa berhenti menangis dan sampai akhirnya tertidur.
***
Lima tahun berlalu, kini aku sudah terbiasa hidup dengan status "Broken Home" dan hanya tinggal dengan Ibu dan Kakak tanpa dengan Ayah. Sebenarnya sulit sekali untuk menerima kenyataan pahit itu.
Namun kini aku sudah bisa melepaskan masa laluku yang pahit itu karena walaupun berpisah dengan Ayah, Aku masih bisa bertemu dengan Ayah dan tempat tinggal kami juga tidak terlalu jauh. Ibu dan Ayah juga sesekali bertemu. Disamping itu aku juga lebih tegar karena temanku yang ternyata memiliki keluarga yang lebih buruk dariku. Aku berpikir, dia saja bisa tegar mengapa aku tidak.
Sekarang aku sudah mengerti semuanya, tidak semua hal yang kita harapkan akan terwujud. Tapi Aku percaya ini rencana Allah yang terbaik untuk Aku dan Keluargaku.
Ini ceritaku. Terimaksih. :)
Apa sih yang buat kita susah lupa akan masa lalu? Ya, kita memang tidak akan pernah bisa untuk melupakan seseorang yang penting dalam hidup kita, apalagi momen yang terjadi selama itu.
Yang aku sadari kenapa selama ini masih hidup dalam bayang-banyang seseorang di masa lalu, adalah diri kita sendiri. Kita, atau tepatnya aku, belum rela untuk melepaskan. Belum rela untuk melepas bayangannya, belum rela untuk menyimpan memori-memori indah menjadi kenangan. Mungkin aku merasa begitu karena aku masih ingin memiliki seseorang dalam benakku yang membuat aku selalu merasa, aku pernah mengalami hal yang indah.
Orang ini, telah hidup dalam benakku selama kurang lebih delapan tahun. Cukup lama, ya aku tau. Awalnya kami dekat saat kami masih di sekolah dasar. Kata-katanya yang paling aku ingat adalah, "kamu tau bintang di luar itu seperti apa? Seperti seseorang yang sedang menanti jawaban." Itu adalah kata-kata yang diutarakan oleh seorang anak kelas 6 SD.
Kami sangat dekat sampai ada suatu masalah yang membuat kami menjadi orang yang tidak saling kenal. Beberapa tahun kemudian, tiba-tiba kami menjalin komunikasi jangka pendek lewat sebuah media sosial, kami mengingat hubungan masa kecil kami. Hingga kami hilang kontak, dan hingga saat ini, aku kehilangan dia. Entah berada di mana.
Aku tidak pernah melihatnya lagi selama 4 tahun, aku hanya berharap, suatu saat bisa bertemu dengannya mekipun aku tau, tidak akan ada apapun yang terjadi setelah itu.
Kisah ini berawal di kota Yogyakarta-kota yang dikenal sebagai kota pelajar. Aku adalah salah satu dari sekian banyak pelajar yang merantau di kota multikultural ini. Namaku Venna. Sebut saja Ve-karena Venna mengingatkanku akan nama pembuluh darah. Bukannya aku tidak menyukai pelajaran Biologi, aku hanya sedikit tidak suka pada gurunya. Oke, aku akan melanjutkan kisahku.
Setelah berhasil masuk di sebuah SMA Katolik yang sekaligus memiliki asrama-karena aku terlalu takut tinggal di kosan waktu itu, aku memulai hidupku seperti kebanyakan pelajar lainnya. Tapi aku selalu merasa berbeda dari teman-teman perempuanku khususnya waktu aku masih SMP dulu; aku bukan berasal dari golongan high class, aku tidak up to date soal fashion maupun gadget seperti kebanyakan anak Jakarta pada umumnya (aku lahir dan besar di sana), bahkan belum pernah pacaran sewaktu aku SMP. Mungkin itu wajar, karena aku dikenal sebagai anak yang sangat pendiam. Hingga saat aku masuk SMA dan bertemu dia. Seakan hidupku berubah 180 derajat. Aku seperti menemukan sesuatu yang tidak pernah aku alami selama ini. Begini kisahnya...
Namanya Miky. Dia adalah senior-2 tahun di atasku, di mana aku menempuh SMAku. Aku mengenalnya dari kakak yang se-asrama denganku. Selain itu, mereka bilang bahwa si Miky ini menyukaiku. Itu kata mereka. Aku hanya menanggapi itu sebagai hal yang wajar. Aku juga dikenal sebagai perempuan yang dingin, aku yakin sekali dia tidak berani mendekatiku lagi. Hingga suatu hari, teman-temannya berhasil mengunci kami dari luar kelas agar kami mau berkenalan. Aku akui, aku sedikit terpaksa melakukannya karena aku ingin segera keluar dan... aku sangat takut waktu itu.
Bukan itu saja yang membuatku terkesima terhadap dirinya. Di kali lain, dia sengaja datang ke stasiun Tugu hanya untuk melihat kepergianku kembali ke Jakarta. Waktu itu sedang libur lebaran. Karena aku tidak memiliki keluarga dekat di sana, jadi aku memutuskan pulang ke tempat tinggalku.
PDKT tidak berhenti di situ saja. Kami saling mengirim pesan singkat(SMS). Jujur, aku sangat menikmati saat-saat itu. Perhatiannya. Pengorbanannya. Semuanya. Hingga akhirnya dia menyatakan perasaannya dan aku menerimanya.
Semua berlalu begitu saja. Aku menikmati masa-masa SMA yang indah waktu itu. Aku seperti memiliki kakak laki-laki yang selama ini aku inginkan. Tapi semua itu berubah menjadi mimpi buruk ketika dia selesai UN. Kami jadi sangat jarang bertemu. Itu membuat aku merasa over-insecure. Dan aku baru menyadari bahwa, aku mulai menyayanginya. Sangat.
Aku tidak tahu kenapa kami tiba-tiba putus waktu itu. Mungkin karena aku terlalu childish? Mungkin karena dia sudah menemukan yang lain? Entahlah. Yang jelas, aku masih mengingat jelas tanggal kami memtuskan untuk tidak bersama lagi. Sejak saat itu, aku selalu merasa sedih. Hidupku seakan hancur waktu itu. Aku merasa butiran debu yang tidak ada apa-apanya tanpa dia. Setiap detik aku selalu memikirkannya. Bahkan aku hampir gila karenanya. Yang membuat aku sedih adalah, setiap kebersamaan yang aku lakukan bersamanya. Karena aku selalu bergantung padanya waktu itu.
Tapi hidup harus tetap berjalan. Aku tahu itu. Mulai saat itu aku berjanji untuk belajar menerima. Aku belajar untuk mengerti. Karena segala sesuatu yang terjadi pasti ada tujuannya. Aku sangat meyakini itu. Aku tahu sangat tidak mudah melakukannya. Tapi kalo tidak pernah mencoba, kita tidak akan pernah tahu. Dan aku bersyukur karena Tuhan pernah mempertemukanku dengan dia. Meski kita tak lagi bersama, aku yakin kita akan menemukan sesuatu yang lebih baik yang telah Dia rancangankan. Terima Kasih masa lalu, telah memberikan pengalaman berharga. :)
Engkau masa lalu ku, sedang apa? Sudah 3 tahun aku tak bertegur sapa. Ketika kita bertemu, kita seperti orang asing, tidak saling mengenal, saling buang muka. Percayalah, aku ingin menyapamu, tapi rasa gengsi ini mengalahkanku. Tahukah kamu? Aku diam-diam melihat wajahmu, aku suka sekali melihat wajahmu, tidak ada yang berubah, mungkin sekarang kamu lebih tinggi daripada 3 tahun lalu, badanmu masih kerempeng seperti dulu. Apa kau ingat? Ketika guru sedang menerangkan materi dan kita malah asyik mengobrol dengan bahasa isyarat, ingatkah ketika teman-teman menanyakan apakah kita pacaran dan kau hanya menjawab dengan cengiran lebar? Ingatkah ketika kau meledekku sampai aku cemberut dan kau tertawa puas. Tetapi tidak lama, kau berubah. Kau bukan dirimu yang ku kenal. Kau seakan-akan anak baru. Ketika kau dan teman-teman sedang bercanda, dan aku ikut bergabung, kau malah pergi, aku bingung, aku bertanya-tanya mengapa kau begitu?. Hatiku sakit ketika mendengar kau sedang dengan salah satu teman baikku, tapi aku hanya tersenyum, toh aku siapa kau? :')
Aku menangis menyadari kau sangat-sangat berbeda. Sekarang, sudah tak ada lagi senyummu, tawamu, ledekanmu, dan aku kangen semua yang ada di dirimu.
Hm, aku ingin melepaskanmu, masa laluku. Aku tak ingin terbayang-bayang olehmu, masa laluku. Aku harus berjalan ke depan dan aku menemukan quotes yang memotivasiku, dan begini isinya;
"Life Must Go On, With or Without You." Ya, hidup terus berjalan, dengan atau tanpa kau.
Ps. With love, masa lalumu.
Gak tau sih, apa aku pantas memasukkan “dia” dalam cerita melepas masa laluku.
Waktu itu SMP. Aku suka dengan kakak seniorku. Dia lucu, baby face, cuek tapi menghanyutkan. Intinya sih, keren (menurut aku). Hal itu berawal saat naik angkot pulang sekolah. Dia tuh sok kecakepan. Duduk di samping pak sopir, dan selalu ngaca di spion. Pikirku, nih orang pasti type metroseksual. Tapi, berkali-kali seangkot dan selalu melihat tingkahnya itu eh akhirnya aku suka dengan dia.
Aku berharap aku tidak termasuk maniak saat itu. Karena saat dia lewat saja, aroma pencuci mukanya tuh aku bisa nebak. Kebiasaan pertama pas turun motor pun aku tau.
Pokoknya, rasa suka aku itu berlangsung sejak SMP kelas 2 sampe aku melihat fotonya menikah :-/ Iya, menikah ! Mungkin 6 sampe 7 tahun rasa suka itu ada. Ironis sekali >_<
Tapi yaa, aku anggap saja itu sebagai cinta monyet. Cinta yang mengada-ada. Cinta yang terlalu memaksakan. Atau mungkin, karena aku yang tidak pernah bilang aku suka dia jadi rasa itu menetap.
Beberapa bulan yang lalu, aku melihat timeline dia sedang menggendong baby. Alih-alih cemburu, eh aku malah merasa bahagia melihat dia bersama baby dan istrinya.
I hope, dia dan keluarga kecilnya itu bahagia. Karena cinta itu tidak boleh dipaksakan bukan ?. Biar kini aku melangkah. Toh, masa depan masih panjang. :)
Masa laluku sudah kulepaskan dan aku tak tahu sekaranmg sudah terbang entah kemana.Ada satu tempat dimana kenangan itu sering datang menghampiriku lagi, saat aku pergi ke halaman belakang.
Halaman belakang sekolah selalu mampu membangkitkan kenangan masa laluku terutama tentang cinta. Aku mulai merasakan cinta seperti remaja lainnya saat usiaku tujuh belas. Aku tidak terlalu bersimpati dengan para pria disekitarku tetapi entah kenapa terhadap pria yang satu ini mampu membuatku mabuk karena rindu yang tak karuan.
Afdal Rafiki, pria berusia dua puluh delapan tahun yang setiap rabu siang mengajariku pelajaran sosiologi mampu membuatku jatuh hati. Setiap pagi saat sekolah masih lengang kami berjanji untuk bertemu dihalaman belakang, pertemuan itu terus terjadi selama satu tahun dan tak ada seorang pun yang tahu. Tetapi perhatiannya padaku mulai memudar saat kutahu dia akan segera melakukan sesi lamaran tanpa menceritakannya padaku. Seharusna aku tahu tidak akan lama ia pasti akan menikah juga. Sial aku terlambat.
Dia cinta petamaku dan dialah orang pertama yang mengukir luka. Setelah itu, aku mulai membangun dinding beton samar untuk menyusun hatiku yang hancur dan tidak ingin lagi mengenal cinta lagi. Tak ingin merajut lagi harapan kepada pria manapun. Luka itu bagai lubang yang menganga. Tetapi tidak lama, entah kenapa dunia sepertinya melihat rasa sakit yang lama kupendam sendiri dan aku mulai menemukan sahabat yang hadir disaat aku jatuh. Sahabatku membantuku bangkit dan mengikhlaskan orangyang kucinta dahulu.
Aku tak menangka bahwa sahabat yang diturunkan Tuhan itu adalah ibuku sendiri. Ia meluangkan sebagian waktunya untuk menjadi bahu tempatku berbagi. Menasihatiku tetapi tidak menggurui.kau tahu pesan apayang dikatakannya padaku hingga aku bisa kembali bangkit dan kuat seperti saat ini?
“ Tanpa perlu kamu mencari, cinta sejatimu akan datang dengan cara yang indah. Ikhlaskan dia dan belajarlah untuk menjadi seorang wanita yang pantas untuk menjadi seorang ibu bagi anakmu kelak.”
Seharusnya, waktu yang telah lama berlalu, membuatku lupa. Tapi tidak, semua masih terpatri dengan jelas di otakku tanpa ada satu bagianpun yang lupa.
Tentang gadis kecil berseragam merah-putih lusuh yang memilih bersembunyi di sudut belakang kelas dan diam disana. Tetap diam ketika gadis kecil lainnya menghampiri dengan muka garang dan bertanya dengan nada tajam. Membuatnya tersudut.
Mereka bertanya, menudingnya bertubi-tubi, memaksanya mengaku, lantas mencari-cari kesalahan lainnya. Sengaja, untuk membuatnya tertekan
Gadis kecil itu gelagapan, tidak tahu harus berkata apa. Dia tahu, dia memang salah. Tapi, tidak bisakah mereka memaafkan? Toh, dia sudah menerima banyak hukuman. Lagipula, Ya Tuhan, dia masih kelas 4sd, dimana dia masih terlalu kecil untuk tahu bahwa itu salah. Padahal, jika teman-temannya berada di posisinya, mereka pasti juga melakukan kesalahan yang sama.
Tapi mereka tidak peduli, mereka menghujat, mengumpat. Membuat sisa-sisa tahunnya di sekolah seperti neraka. Tanpa teman dan penuh caci.
Gadis kecil itu tetap memendam semuanya dalam diam. Bahkan ketika orangtuanya bertanya tentang kenapa prestasinya di sekolah turun drastis, dia tetap bungkam. Dia hanya bercerita lewat tangis diam-diamnya dibalik selimut. Serta lewat harapnya yang dia rapal hampir tiap detiknya ‘semoga cepat lulus..’
Sekarang, aku memang bukan lagi gadis kecil berseragam merah-putih itu. Waktu telah lama berlalu. Mereka semua telah lupa, meski tidak denganku. Sedikit demi sedikit dia mulai menerima, meski terkadang masih sakit untuk menceritakan semuanya.
Saat itu kelas 6 SD, dia memintaku untuk menjadi pacarnya. Entah apa yang kupikirkan, aku malah menerimanya. Padahal dia adalah orang yang disukai oleh sahabatku. Aku berpacaran dengannya tanpa sepengetahuan sahabatku dan dua bulan kemudian, dia memutuskanku.
Anehnya, aku yang sebenarnya nggak ada rasa suka sama dia, malah menangis semalaman setelah dia memutuskanku. Dan, aku yang merasa nggak suka sama dia ini, malah nggak bisa melupakan dia selama dua tahun berikutnya.
Selama 2 tahun itu, aku berusaha menyukai seseorang untuk kusukai. Menjadi pacar lebih bagus. Tapi sungguh, setelah akhirnya gonta-ganti pacar pun, aku tetap tak bisa melupakannya! Lalu, suatu ketika aku ngobrol dengan seorang cowok.
“Siapa pacar pertamamu?”
“Kenapa nanya itu? Nggak penting. Lagian aku mau ngelupain dia.”
“Kenapa dilupain?”
“Nggak apa-apa. Aku benci dia.”
“Cinta pertamamu, ya?”
“Bukan! Aku nggak mungkin jatuh cinta pas bocah!”
“Hei, hei. Harusnya, kamu jangan melupakan dia. Apalagi membencinya. Kamu belajar banyak hal karena sudah mencintainya kan? Kamu tahu nggak, jatuh cinta itu nggak kenal usia, loh. Jangan lupakan dan membenci masa lalumu.”
Aku terdiam cukup lama. Kata-kata yang terkesan sok tahu dari cowok yang menjadi sahabatku ini benar. Dan sejak itu, aku tidak ingin melupakan masa laluku. Aku ingin terus mengenangnya sebagai pembelajaran hidupku.
Saat itu kelas 3 SD, aku mulai menyukaimu. Entah seperti apa, di antara teman-teman yang cowokku yang lain kamu yang paling aku sukai. Apa saat itu cinta? ah iya, kamu cinta monyetku, kata orang sih begitu. Kamu siswa paling manis di kelas, kamu agak nakal, kamu juga bukan yang paling pandai. Aku suka kamu jailin aku, menarik rambutku yang dikepang dua, seperti kelinci kamu bilang. Ah, rasanya tiap hari aku pengen kepeng dua aja rambutku. Aku suka kamu datang padaku saat ada pelajaran yang kamu tidak mengerti. Aku sedih saat kamu tidak masuk sekolah, emmm,,, seperti ada yang kurang. Sampai kita lulus SD, perasaanku sama kamu masih sama, aku masih suka sama kamu.
Saat SMP, kita terpisah. Kita tidak pernah bertemu lagi. Dari tetanggaku yang satu sekolah denganmu, aku sering menanyai kabarmu. Aku juga bertanya apakah kamu mungki dekat dengan seorang cewek di sekolahmu? Aku sedih saat tetanggaku bilang, ‘iya’. Aku bertanya seperti apakah cewek yang kamu sukai itu. Meskipun begitu aku masih suka menanyai kabarmu, apapun yang aku dengar tentang kamu, aku terima. Mengirim salam pun aku gak pernah berani. Sampai kelas 2 SMP, aku dengar kamu berpacaran. Semua tentang kamu aku tulis dalam buku diaryku. Aku tahu mungkin sudah saatnya aku berhenti memikirkanmu, melupakan cinta bodoh itu, aku yang gak berani bilang. Saat aku mulai menyukai orang lain, saat itu aku berhenti menyukaimu perlahan-lahan.
Melepas masa lalu lantas 'move on' adalah saat aku harus menghadapi kenyataan bahwa pacarku selingkuh dengan teman satu kantorku sendiri. Lantas kesabaranku seperti teruji kembali saat tak lama setelahnya mereka menikah dan wanita itu mengandung. Sialnya luka hatiku terasa semakin bertambah saat setiap hari harus menyaksikan kebersamaan mereka, canda tawa mereka. Bahkan saking perihnya aku sudah tak bisa lagi menangisi semuanya. Tetapi Tuhan sepertinya berbaik hati, waktu terus bergulir dan datanglah momen yang paling tidak akan mungkin bisa aku lupakan. Dia menelponku, dia meminta maaf karena sudah mengkhianatiku, menyia-nyiakan aku. Dia memintaku untuk mendoakan pernikahannya, mendoakan calon anaknya. Diujung telepon aku hanya berkata, "baik-baiklah dengan keluarga barumu, terima kasih untuk semuanya." Saat gagang telepon akhirnya ku letakkan, tangisku pun akhirnya pecah. Aku yang selama ini menahan semua luka hanya dengan kebisuan, sekarang akhirnya bisa meluapkan semuanya dalam tangisan. Itu tangisku untuknya yang terakhir, karena aku menyadari masaku dengannya telah selesai. Aku sudah memaafkannya, aku mengikhlaskannya. Aku biarkan dia menggapai kebahagiaannya. Aku hanya mengharapkan dia baik-baik saja, baik-baik dengan hidupnya. Aku memang terluka, tapi itu memang sudah prosesnya, jalan yang mau tidak mau harus aku lalui. Aku belajar, disetiap proses tidak ada kesia-siaan, semua ada maknanya. Cinta itu banyak rasa, jadi kecaplah semua rasanya, nikmatilah. Karena dengannya kamu akan merasa 'hidup'.
@dyounglady
**Tentang Waktu**
Tentang waktu itu dimana kita masih bisa bercerita, berbagi tawa, berbagi rasa. Tentang waktu itu dimana kita masih duduk di bangku tua dengan secangkir teh hangat. Bercerita tentangmu, tentangku, tentang kita.
Tentang waktu itu dimana kita menyadari bahwa tentang kita hanyalah ilusi belaka. Hanya ada aku dan kamu, karena bahkan alasan cinta pun tak cukup untuk tetap mengikatkan kita.
Tentang waktu itu ketika kita sadar bahwa perbedaan terlalu lebar untuk diterjang. Tentang perpisahan yang tak terelakkan.
Tentang waktu setelahnya dimana aku hanya punya kenangan dan setumpuk kerinduan. Tentang waktu setelahnya saat aku berharap bahwa perbedaan itu tak ada. Berharap bahwa ada alasan kuat untuk bisa bertahan berdua. Berharap tak perlu ada luka karena dipaksa tak bersama. Berharap bahwa waktu bisa menghapuskan rasa hingga luka itu sirna.
Tapi ini juga tentang waktu setelahnya saat kesadaran itu datang. Bahwa waktu tak akan bisa dibalik bagaimanapun caranya, bahwa waktu tak bisa apa apa jika aku masih berkeras kepala. Karena bukan waktu yang bisa menyembuhkan. Waktu hanya memberi kesempatan. Kesempatan untuk merelakan apa yang tak bisa didapatkan. Kesempatan untuk mendapatkan hal yang lebih baik dari apa yang dilepaskan.
Aku percaya setiap dari kita berhak bahagia, bukan hanya dengan kenangan tetapi dengan masa depan.
Dan aku memutuskan untuk mengambil kesempatan itu.
@deliaperwita
Hujan memang seringkali membuat saya sulit melupakan masa lalu, namun, masa lalu itu bukan untuk dipikirkan, kau cuma perlu untuk melepaskannya saja....
Aku bertemu dengannya satu tahun yang lalu, lebih tepatnya bulan September. Dan sekarang, dia adalah masa laluku. Sebuah masa lalu yang masih melekat di ingatan. Bagaimana tidak, kami hampir setiap hari bertemu. Bertegur sapa, bercanda dan berbagi cerita bersama. Dia sangat pintar dalam hal melucu dan aku menyukainya. Rasa suka itu terus melebar, selebar lautan. Setiap hari, aku sangat menantikan dia datang dan menyapa. Saat dia tidak hadir, aku gelisah mencarinya. Yah, sebuah cinta konyol mungkin.
Tapi akhirnya cinta itu pergi seiring dengan kepergianku. Aku terpaksa harus pergi karena suatu alasan. Dan jarak jauh mulai membentang lebar di depan kami. Awalnya aku menganggap itu biasa, karena kami bisa mengatasinya. Tapi lama-lama cinta itu pudar juga layaknya cat dinding rumah yang mulai mengelupas. Waktu memang bisa mengubah semuanya.
Sulit sebenarnya melepasnya. Apalagi dengan kenangan yang sudah melekat erat di pikiran. Karena semakin aku melupakan masa lalu itu, dia akan terus hinggap dan menggerogoti seluruh pikiranku. Hampir setiap malam aku tidak bisa tertidur karena masa lalu itu. Menurutku lebih baik menyisihkan sedikit kenangan masa lalu itu dalam hati atau bisa dibilang kita menyisihkan sedikit ruang kecil dalam hati untuk menyimpan masa lalu itu.
Lagi-lagi telepon dariku ia akhiri dengan cepat. Belum ada lebih dari 10 kalimat yang ia dengar, tapi ia bergegas menghindar. Sebegitu tidak termaafkan kah dosa-dosa yang tertoreh dulu? Hingga tiba kini ketika aku sadar untuk melepaskan masa laluku yang dulu, ia enggan memberi kesempatan.
Apa yang ingin kulepaskan sekarang adalah diriku yang dulu. Melepas aku yang usang dan menyembuhkan luka yang tidak kupikir akan begitu membekas padanya. Segala makian, pengabaian, tendangan, dan segala perlakuan kasarku yang dulu, aku harap ia memaafkanku. Bila ada alat untuk melihat sanubari, aku ingin membelikan itu untuknya. Dengannya aku ingin ia tahu betapa menyesalnya aku sekarang. Memang benar perumpamaan sebuah kaca yang pecah. Kaca yang pecah mungkin bisa direkatkan kembali, tapi tersisa goresan-goresan di sana. Bila dapat kuulang kembali waktu, aku ingin menjadi kakak yang baik untukmu. Sayangnya apa yang paling jauh dengan kita adalah masa lalu. Dan seperti mengharap kuda nil memiliki sayap, waktu tak pernah bisa diulang.
Apa yang ingin kulepaskan adalah masa lalunya yang buruk bersamaku. Aku telah berusaha menyembuhkan diriku dengan menggapainya. Tapi ia menjauh. Penyesalan memang menghantuiku, tapi segala kejadian yang kita lewati dulu telah memberiku kesadaran untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Aku telah menghapus aku yang dulu.
“Siapa masa lalumu ?” Pertanyaan itu pernah terlontar dari mulut seseorang yang langsung membuaku menjawab, “Dia.”
Ya. Masa laluku adalah dia. Dia yang selalu hadir dalam mimpiku. Dia yang selalu mengusik pikiranku. Dan dia yang selalu bisa membuatku terlihat bodoh di hadapannya.
Dia. Hanya itu yang kuingat. Aku tidak ingat namanya. Aku tidak ingat wajahnya, senyum bahkan suaranya. Aku terlalu malas untuk mengingatnya. Mengingat masa laluku bersamanya, yang bahkan belum sempat membuatku bahagia.
Tapi, bohong kalau aku tidak merindukannya. Dia yang mampu membuatku nyaman. Dia yang mampu mewarnai setiap hariku di sekolah. Dan dialah yang mampu membuatku memeras otak dan begadang tiap malam hanya untuk mengerjakan PR agar di contek olehnya keesokan harinya. Mengejutkan bukan, sebegitu besarnya rasa sukaku padanya.
Energi positif yang ia tularkan, membuatku sadar. Membuatku bersemangat pergi ke sekolah. Ahh.. perihnya mengingat dia. Dia, masa laluku.
Perpisahan membuatku enggan untuk mengingatnya. Lalu, bagaimana sekarang nasib-nya ? Dia—masa laluku, mungkin sekarang sudah bahagia. Tanpa mengingatku, tanpa pula mengingat masa lalunya.
“Lalu siapa masa laluku ?” Dalam hati kujawab. “Tidak ada. Tidak ada dia. Dan tidak apa-apa di masa laluku.”
Hujan selalu mengingatkanku akan masa itu. Ketika seorang gadis dengan rambut tersampir di sebelah bahunya. Berdiri sembari mendekap tubuhnya erat-erat. Menunggu.
Hujan telah mengguyur terminal Surabaya siang itu, beruntung aku sudah berada di sana sebelum hujan turun. Dengan hati berbunga-bunga dan harapan yang muluk, aku menunggunya datang untuk menepati janjinya. Menemuiku.
Waktu pun berlalu, bus yang ia tumpangi tak kunjung datang. Terbesit perasaan ragu, namun kuyakinkan diri sendiri bahwa dia akan menepati janjinya. Sebentar lagi dia pasti akan datang, yakinku. Dan, memang benar, ketika kumandang magrib terdengar, aku melihatnya di sana. Di bawah tiang lampu yang belum menyala. Di atas jejak-jejak air hujan. Berdiri seorang lelaki dengan senyuman bocah. Rambut acak dan celana jins abu. Melambaikan tangannya ke arahku.
Kami saling menyapa. Ini pertemuan kami. Aku tersenyum gugup. Setelah itu, kami melewatkan tiga hari bersama di kota pahlawan, mengenal diri masing-masing. Dan, aku tahu aku telah jatuh cinta padanya. Pada lelaki yang memiliki senyum bocah itu. Namun, kebahagiaanku tak berlangsung lama. Ketika dia harus kembali ke kotanya, aku harus rela kehilangan dia. Kehilangan perhatian dan cinta yang ia berikan padaku selama tiga hari terakhir.
Lelaki itu pergi dengan menorehkan luka dan rindu. Hingga kini. Meskipun aku telah mencoba tuk melupakannya.
Aku tahu, hujan selalu memiliki cara tersendiri untuk mengingatkanku akan sosok lelaki itu. Saat itu aku tahu, aku belum berhasil melupakan lelaki pemberi ciuman pertama itu
Cinta monyet. Aku pernah suka pada seseorang waktu SMP kelas satu. Dia gadis pintar yang jago pelajaran bahasa inggris. Kita saling dekat karena aku suka minta diajarkan bahasa inggris padanya saat jam istirahat, dan terkadang berbicara pengalaman masa kecil. Dari kedekatan kami inilah banyak teman-temanku yang mencomblangkanku dengannya. Jujur aku malu, tapi entah kenapa dalam hati aku merasa bahagia.
Hingga suatu hari saat kita dipertemukan dalam kelompok diskusi PPKn.
“Gus,” dia memulai percakapan perlahan. “Kamu mau pilih jadi adikku apa pacarku?”
Deg. Pertanyaan macam apa ini. Aku hanya diam.
Aku masih terdiam sambil senyum-senyum tidak jelas ketika ia berkata, “Adek aja ya? Kamu nggak mau kan kita dicomblangin sama temen-temen terus?” Dia memang terpaut beberapa bulan lebih tua dariku. Itulah sebabnya ada opsi ‘adik’ dalam pertanyaannya.
Dengan ragu, aku memilih anggukan sebagai jawaban atas pertanyaannya.
Semenjak kejadian itu dia selalu memanggilku dengan sebutan ‘adek’ di awal namaku. Memang benar, walhasil secara berangsur teman-temanku mulai tidak mencomblangkanku dengannya. Kamu tahu tidak bagaimana perasaanku?
Kenangan masa lalu itu masih terbanyang hingga sekarang, ibarat deretan foto-foto yang apabila dirangkai menjadi satu akan memunculkan film masa lalu yang aku sendiri malas menontonnya. Mungkin kenangan masa lalu itu seperti film-film yang memenuhi harddisk internal laptopku saat ini yang mana kesemuanya belum aku tonton. Gara-gara film itu harddiskku jadi hampir penuh dan laptopku pun jadi melambat. Terkadang aku inginmenghapus film-film itu, tapi aku bingung harus menghapus film yang mana. Salah satu cara mengetahui film mana yang harus dihapus adalah dengan menontonnya terlebih dahulu, pilih mana yang menurutmu film buruk dan hapuslah.
Mungkin seperti inilah cara kita seharusnya memperlakukan masa lalu. Untuk benar-benar ingin menghapus kenangan itu, kita harus berani untuk mengingatnya kembali, menilai apakah ada pelajaran yang mesti bisa diambil atau tidak. Apabila ada kenangan yang terasa buruk dan tidak mengandung pembelajaran, maka hapuslah. Dan sisakan kenangan yang baik dan bisa menuntunmu ke kehidupan berikutnya.
Cahaya itu, cahaya dihidupku, sekarang sudah pergi. Ya, meninggalkanku. Apakah dia tidak pernah ingat apa yang telah kuberi? Kenangan yang selama ini dilewati bersama? Tidak ingat kah? Atau dia dengan mudah melupakan itu semua.
Bagaimana denganku?
Apakah mungkin aku akan terpuruk? Atau bahkan aku akan mati rasa olehmu? Atau memang nyatanya sekarang hatiku membeku.
Mengapa masa lalu yang indah bersamamu, walaupun memang berujung pahit dan menyakitkan ini, sangat sulit dilupakan? Dilepaskan? Kenapa?
Dan ketika aku benar-benar ingin melupakan masa lalu itu.. justru akan kembali teringat. Terus teringat dan mengganggu otak sarafku. Lalu seharusnya bagaimana aku? Apa aku akan terus tersiksa dengan masa lalu itu yang selalu berputar dikepalaku?
Kini aku berfikir, mungkin aku akan benar-benar mati.
Tapi, setelah aku berfikir lagi.. kenapa? Kenapa aku harus mati karena kenangan bersamamu itu? Masa lalu yang indah bersamamu? Dan mengapa aku ingin melupakannya? Untuk apa? Bukankah masa lalu tidak dapat berubah?
Ya.. masa lalu tidak dapat berubah. Jadi, mungkin lebih baik aku membiarkan rasa ini tetap ada, entah sampai kapan. Aku tidak mencoba untuk melepasnya, tapi aku akan mencoba menghilangkan fikiran-fikiran itu.
Aku akan membiarkan fikiran tentangmu itu, pergi dengan sendirinya. tanpa aku harus dengan sangat berat hati untuk melepasnya. Aku yakin—walaupun berat, aku bisa melepas masa lalu itu.
Bisa jadi hingga saat ini dia adalah pribadi yang benar-benar aku harapkan hingga saat ini. Sebut saja dia kucing, ya itu panggilan akrab kami untuk satu sama lain. Saat aku kelas 2 SMA, dia mulai mendekatiku. Tapi aku tidak pernah sekalipun "memandang" ke arahnya. Hingga setahun berlalu, akhirnya aku menyadari bahwa kucing adalah pribadi yg menarik dan dewasa. Yah, singkat cerita kami akrab. Sering bertukar kesukaan lagu, film, artis favorit, tempat favorit, semuanya. Hingga berbagi cerita tentang kehidupan kami masing-masing. Aah itu sungguh menyenangkan bagiku. Bahkan, aku yang notabene adalah penakut, rela malam-malam nonton acara horor sendirian di ruang tamu demi agar dia berkirim pesan nya ke aku. Namun entah apa yang terjadi, kucing menjauh. Hingga dia berkata, "Allah itu hebat, dia punya mukjizat yg indah untuk menyatukan makhluk-Nya yg diciptakan berpasang-pasangan sekalipun kedua insan itu terpisah seberapa jauhnya jarak di bumi ini". Dan kucing pun perlahan-lahan memudar. Aah agak sulit waktu itu rasanya melewati hari-hari tanpa candaan dari kucing. Segala kesukaan nya -yg tentunya telah aku hafal semuanya- baik itu lagu, artis, tempat, film favoritnya aku hindari. Padahal sebelum bertemu kucing, sesuatu-sesuatu itu adalah favoritku juga. Yaa kita memang punya banyak kesamaan. Tapi.. Kalimat terakhirnya sungguh menguatkan dan menginspirasiku. 2 tahun kemuadian aku merasakan sesuatu yg aneh. Hatiku biasa saja ketika mengingatnya. Bye bye kucing, semoga kita nanti dipertemukan di tangga kesuksesan kita masing-masing..
Serpihan Kenangan di Kampus.
ya, kenangan yang terdapat, pernah terjadi, dan itu, masa lalu. 2 tahun yang lalu ketika semua diawali dengan perkenalan singkat melalui ospek kampus. dia, lelaki itu, maba di kampusku. dia yang berani mendekatiku, dan akhirnya menjalin hubungan denganku. 1 tahun berjalan dengan penuh tawa, canda, sedih, suka dan duka bersama.
namun, ketika suatu malam, dia meneleponku, dan berkata : "Jujur yank ak gak bisa ngerasain cinta kita kyak dulu lg. Aku udah coba buat balikin lg rasa cinta aku yg dulu tp aku gak bisa yank aku udah gagal dan aku gak bisa nepatin janji aku ke kamu yank. :( maaf." aku cuma bisa diam tanpa kata, menangis dalam diam. dan aku pun harus merelakannya. bukan perkara mudah untuk melepas dan melupakan semua yang terjadi, terlebih kami satu kampus, satu fakultas, dan lebih parahnya, satu gedung. 3 hari setelah putus, dia menggandeng cewek baru. dan ternyata itu jawaban dari semua kata demi kata yang dirangkainya panjang di malam itu. cinta kadaluarsa? hanya alasan.
melupakan? harus, wajib hukumnya. namun semakin ingin aku melupakan, semakin dia sering muncul di pikiran dan mimpiku. bahkan ketika aku sering mencoba untuk menghindari bertatap muka dengannya di kampus, justru aku makin sering berjumpa tak sengaja dengannya. hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan berlalu. hingga aku sadari, semestinya bukan melupakan yang harus aku lakukan, namun menerima bahwa dia memang bukan ditakdirkan bersamaku. aku harus ihklas menerima apapun keputusannya. munafik memang, pada awalnya. tapi aku sadari ketika aku belajar menerima sesuatu yang menyakiti hatiku, di saat itulah aku akan belajar untuk mengerti bahwa tidak semua hal harus berjalan dengan apa yang aku mau. ketika kita siap untuk bahagia, di saat yang bersamaan kita juga harus siap untuk terluka. karena sedih dan bahagia itu datangnya sepaket. hingga saat ini, aku tidak merasakan sakit lagi di hatiku ketika melihatnya bersama pacar barunya, aku bisa tersenyum. :)
teruntuk, ACS. orang yang telah memberikan senyum dan tangis dalam sehari.
Kalau boleh, aku ingin menyebutnya sebagai kenangan yang masih singgah. Seberapa lelah aku mencoba pergi, menghindari hatiku sendiri, rasanya tiada guna sebab aku masih menyimpan dan merawat kenangan ini.
Semasa kuliah, ada sesosok lelaki pendiam dengan bakat akademisnya yang tersembunyi di balik bibirnya yang jarang berucap. Fin. Begitu ia biasa kupanggil. Dengannya, aku dimanjakan oleh berbagai kisah lampau semasa turki usmani. Dia pecinta segala hal tentang Turki.Bahkan ia, hhh ... penyuka film-film berat yang jarang kupahami dengan mudah.
Bertahun lalu, dialah pula yang akan lebih dulu mengajakku turut aktif dalam kegiatan kampus, menulis karya ilmiah, bahkan menyambangi berbagai kampus lainnya untuk berkompetisi atau sekedar konferensi. Di dan otaknya itu, entah bagaimana selalu berhasil memikatku.
"Kamu mau jadi istri diplomat?"
Aku tak pernah sempat menjawab, atau sekedar mengangguk.
Sayang, dia tak pernah sampai ke impiannya. Dia pun menjauhiku tanpa membiarkan aku mendengar alasannya.
Tahukah dia, walaupun bukan jadi diplomat, aku bersedia untuknya?
Dia. Kenangan yang selalu singgah. Kenangan yang masih bisa kuajak bicara. Kenangan yang memaksa agar dijadikan sebagai kenangan.
Saya terlalu sibuk memanggilnya laki-laki baik hati.
Saya jatuh cinta, pada laki-laki yang baik. Sayangnya, kasih saya tidak sampai. Kisah saya tidak tercapai.
Saya tidak melupakan dia bertahun-tahun. Saya sibuk sekali mengingat kenangan dan kebaikan dia.
Saya terlalu sibuk memanggil dia laki-laki baik hati.
Saya lupa, bahwa sejatinya dia adalah sahabat baik saya.
Saya tidak menyebutnya laki-laki baik hati lagi. Saya sudah mengatakan dia sahabat saya pada dunia. Saya sudah berdamai dengan masa lalu, tentang kita yang tidak memiliki skenario untuk bersama.
Masa lalu, merelakan, melepaskan, ketiganya adalah hal yang kupelajari hingga kini. Masa lalu adalah kenangan yang tak dapat kita hapus meski ingin. Tak semudah hujan menghapus jejak, tak semudah ombak menghapus tulisan di atas pasir. Begitulah masa lalu bagiku. Merambat bersama waktu yang terus berjalan. Walau tertindih kepingan kenangan lain, masa laluku tentang dia masih pula nampak jelas.
Lima tahun lalu aku bertemu dengannya. Suaranyalah yang kucari-cari. Berat, sedikit serak, tetapi penuh dengan penekanan. Tak butuh waktu lama bagiku untuk menaruh hatiku untuknya.
Waktu membawa kami semakin dekat. Memupuk rasa yang terlanjur tertanam di hatiku. Akhirnya kuputuskan untuk mengutarakan isi hatiku padanya. Namun, yang kudapat hanyalah perkataan maaf. Ternyata ia sudah melabuhkan hatinya pada wanita lain.
Aku tak mampu berbuat apa-apa. Hanya memaksa diri untuk tersenyum. Mencoba tegar di hadapannya.
Telah kucoba untuk merelakannya. Melepasnya untuk mendapatkan orang yang ia cintai. Akan tetapi, jauh di sudut hati aku masih berharap bahwa kelak ia menjadi milikku.
Masih jelas suaranya tiap kali menyapaku, bercanda, dan menasehatiku dengan gaya maskulinnya. Masih jelas pula tatapannya yang teduh saat menatapku. Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya?
@AniLilinKecil
halo,
membaca tulisan teman-teman, saya benar-benar kesulitan memilih pemenangnya. semuanya menyentuh. kerap membuat saya berhenti sejenak utk meresapinya. masa lalu seringnya bertahun-tahun menjerat kita, membuat kita tak berdaya. tapi saya senang teman-teman telah menemukan cara "keluar".
terima kasih, teman-teman, sudah mau berbagi kisah. keberanian dan keikhlasan, modal besar "melepas" sesuatu dr bagian hidup kita.
semua tulisan keren, tapi saya tetap harus memilih satu utk mendapatkan #WalkingAfterYou @windryramadhina.
setelah bertapa utk memilihnya, saya ucapkan selamat untuk putri ajeng stephanie. kamu dapat #WalkingAfterYou @windryramadhina. semoga kisah An memberi kekuatan untuk lebih banyak tertawa. laki-laki seperti itu harus dibuat menyesal telah berani-beraninya membuatmu bersedih. tunjukkan kamu lebih berbahagia tanpanya. ;)
sekali lagi, terima kasih untuk teman-teman karena sudah berkenan berkunjung dan berpartisipasi. saya banyak belajar dari teman-teman. sukses selalu. ♡
~iwied
yeah, melewati segala tulisan saudari widyawati oktavia di dalam blog penjual kenangan, benar-benar membuatkan aku rindu pada masa lalu .. ermmm.
salam kenangan dari malaysia.
Post a Comment