Penjual Kenangan

Sunday, August 04, 2013

#4| Kala








Aku bukan perokok. Bahkan, aku cenderung tidak menyukai asap rokok. Kepalaku cepat pening ketika terlalu banyak menghirup asap rokok orang di dekatku. Terkadang, kalau sudah tidak tahan, aku meminta "pengertian" si perokok atas polusi asapnya. Meski demikian, asbak ini lama tersimpan di salah satu sudut kamarku.

Suatu hari beberapa tahun silam, saat berkunjung ke Yogyakarta, aku melihat asbak rokok ini, lalu membelinya dengan riang, oleh-oleh untuk seseorang. Untuk dia, laki-laki itu.

Laki-laki itu, dia seorang perokok, termasuk kategori perokok berat. Aku jarang tak melihat lintingan rokok di jemarinya. Dan, saat menghirup rokok itu, dia akan asyik dengan kepulan-kepulan asapnya. Cara dia menyelipkan sebatang rokok di antara telunjuk dan jari tengahnya selalu dengan cara yang sama. Aku pernah bilang kalau aku tidak suka dia merokok, apalagi merokok di dekatku yang gampang berkunang-kunang karena asap. Ia kerap memilih duduk di depan pintu saat menghabiskan rokoknya, menjauhkan asapnya dariku. 

Laki-laki itu, ia kerap sakit kepala dan batuk-batuk, menurutku itu karena dia terlalu kuat merokok. 

Tetapi, entah bagaimana, terkadang, setelah kami makan bersama, aku malah menanyakan apakah dia mau merokok dulu, dan aku akan menunggunya dengan tanpa mengeluh. Bahkan, aku tak keberatan kala asap rokoknya mampir ke hidungku meski aku kerap bertanya kepada dia, “Rokoknya udahan aja, kamu kan suka sakit kepala begitu.”

Aku tahu dia suka merokok, dan dia tahu aku tidak suka dia merokok. Sebenarnya, aku memang lebih senang kalau dia tak merokok. 

Lalu, saat melihat asbak ini, aku membelinya. Aku suka bentuk ikannya, sesuai dengan bentuk zodiakku, itu alasan sederhananya. Namun, sebenarnya, aku membelikan ini untuk dia. Laki-laki itu, yang tampak tak bisa lepas dari rokoknya.

Saat aku kembali dari Yogyakarta, laki-laki itu bercanda menanyakan apakah aku membawakan oleh-oleh untuknya. Entah bagaimana, aku bilang tidak ada. Tidak sempat beli oleh-oleh, kataku, padahal tentu saja dia tahu aku pasti tak bisa singgah hanya sebentar di toko-toko unik di Malioboro sana. Dia lebih sering ke sana, tentu saja. Aku malah menyodorkannya berbagai syal untuk cewek, oleh-oleh untuk teman-temanku. Asbak rokok itu masih ada di tas ranselku.

Aku tidak suka dia merokok, tetapi aku malah membelikannya asbak. Akhirnya, asbak ini tidak pernah aku berikan kepada dia. Hanya tersimpan dalam bungkusan koran penutupnya. Lalu, suatu hari setelah sekian tahun lamanya, aku membuka bungkus korannya, saat laki-laki itu telah pergi.

Laki-laki itu, yang dia tahu, aku tidak membelikannya oleh-oleh. Yang dia tahu, aku tidak suka dia merokok. 

Yang dia tahu, aku telah berhenti mencintainya kala dia katakan dirinya akan berhenti untuk memperjuangkan cinta.




[#4 Proyek #CeritaDariKamar]
 


No comments:

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin