Penjual Kenangan

Monday, August 19, 2013

19| Lewat Radio







Syahdan, salah satu impian anak yang indekos seperti saya adalah punya sebuah radio kaset dan bahagialah hidupnya. Bisa mendengar lagu dari kaset, bisa mendengar siaran radio, dan bisa membuat sendiri kompilasi lagu-lagu kesayangan lewat fungsi perekam yang disertakan.

Radio kaset stereo--Polytron Mini Compo--ini saya beli sekitar tahun 2002, sekitar setahun setelah saya kuliah. Waktu itu, saya sempat tinggal di asrama mahasiswa, tentu saja karena ikut-ikutan dengan Gita. Itu sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar, bukan? Kau ingat dengan sajak Toto Sudarto Bachtiar? Biar saya kutipkan kembali agar kita ingat dengan jelas salah satu sajak yang, hatta, jadi favorit dibacakan pada Hari Pahlawan.


Pahlawan Tak Dikenal
(Toto Sudarto Bachtiar)
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang

wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda

Sebenarnya, sajak ini tidak berhubungan dengan radio kaset saya, tetapi setiap menyebut "sepuluh tahun yang lalu", saya selalu ingat dengan sajak ini. Jadi, sekalian saja kita simak kembali. Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar, ternyata. Dan, membaca sajak ini kembali, saya pun ingin berkata: aku sangat muda (sepuluh tahun yang lalu).

Sepuluh tahun yang lalu, saya dan Gita masih gemar merekam lagu-lagu kesayangan dari radio di sebuah kaset kosong. Terkadang, karena sang penyiar terlalu cepat kembali sebelum lagu usai dengan sempurna, suara sang penyiar masuk sebagian ke kaset. Namun, karena kami merasa sulit untuk mendapatkan lagu kesayangan itu kembali, akhirnya, suara sang penyiar tetap kami simpan karena tidak berhasil juga ditiban dengan lagu di track selanjutnya.

Sepuluh tahun yang lalu, radio kaset ini menjadi idola dan hiburan utama bagi saya (dan Gita).

Radio kaset ini saya beli di pasar swalayan kenamaan yang bertajuk Goro di Depok. Dulu, supermarket itu yang terbesar di Kota Belimbing ini. Tentu saja, untuk membeli barang kategori tersier macam ini harus dibeli di sana karena banyak pilihan. Saya masih ingat, langit-langit gedung Goro itu begitu tinggi dan banyak tangga besi ditaruh di dekat rak-rak raksasa.

Membeli radio kaset ini sudah saya canangkan sekitar setahun sebelumnya. Jadi, dulu itu, saya akan punya duit banyak kalau lagi Lebaran. Hehe. Itulah untungnya punya banyak kakak yang usianya jauh daripada dirimu. Saat Lebaran, kau akan jadi anak kecil yang tentu saja akan diberi uang Lebaran oleh "banyak orang". Nah, momen Lebaran itu akan selalu saya tunggu karena berarti saya akan punya benda "tersier" impian setelahnya. Radio kaset ini adalah salah satunya.

Dengan radio kaset ini, saya juga pernah merekam isi diary saya yang berupa sajak untuk seseorang. Lalu, ada juga rekaman-rekaman tidak jelas lainnya pengisi kaset itu. Kasetnya merupakan kaset pelajaran bahasa Inggris waktu saya les pada masa SMA dulu [jadi mikir, kenapa saya malah pakai kaset itu ya? bukannya belajar dari situ. entahlah pikiran saya-yang-sangat-muda-itu]. Kaset itu tentu saja saya sembunyikan begitu sempurna, sampai-sampai saya benar-benar lupa di mana menaruhnya. Mungkin di antara koleksi kaset yang tidak pernah disentuh lagi sejak bertahun-tahun lalu. Atau juga mungkin saya buang karena malu mendengarkan suara saya sendiri. :))

Kalau sekarang, tentu saja media SoundCloud bisa melakukan hal itu dengan canggih, merekam suaramu untuk apa pun. Oh ya, saya juga sebenarnya punya beberapa file di SoundCloud, membacakan blurb Penjual Kenangan. Namun, karena tidak pede dengan suara saya yang, hmm, kurang stabil itu, akhirnya tampilannya saya bikin private. Mungkin nanti, kalau suara saya sudah stabil, saya baru berani publish buat umum. Entah kapan. Mungkin sepuluh tahun yang akan datang? :p

Dulu, waktu di asrama, kalau teman saya dan Gita (sebut saja namanya Cai) menginap, dia tidak bisa lepas dari radio kaset ini. Mulai dari mendengarkan lagu dari kaset secara berulang-ulang, sampai mendengarkan siaran radio di depan radio kaset ini sambil menyelami isapan rokoknya. Cai begitu menghayati mendengarkan lagu-lagu dan ikut bernyanyi dengan khidmat. Dan, sejak dahulu, kami selalu yakin bahwa Cai akan menjadi seorang penyiar radio karena dia nggak kalah dari para penyiar itu. Lucu, suaranya bagus, hafal banyak lagu, dan cinta banget sama radio kaset (dari pagi sampai sore, perhatian Cai begitu intens dan tak lepas radio kaset itu). Kerenlah pokoknya. Nah, sekarang, teman saya itu sudah jadi vokalis band yang namanya Bungabel. Ikut senang untuk teman satu angkatan saya di kampus itu.

Kalau saya, saya dulu suka mendengarkan kisah-kisah "curhat" orang-orang lewat radio. Malah, pada masa SMA, sempat juga pernah ngirim surat yang bentuk tampilannya dikreasikan ke radio dan dibacakan (seneng banget rasanya). Karena itu, punya radio kaset sendiri di tempat indekos merupakan sebuah kebahagiaan yang tak ternilai.

Dengan radio kaset ini, saya dan Gita juga berbagi lagu favorit dan sering saweran beli kaset yang kami suka. (Oh ya, kaset juga merupakan salah satu alternatif hadiah untuk teman yang ulang tahun dan lalu kamu akan pinjam dulu hadiah itu karena kamu juga suka lagu-lagu di dalamnya. Juga salah satu alternatif hadiah buat gebetan :p).

Salah satu kaset yang sempat dihadiahkan Gita saat saya ulang tahun adalah kaset Tere dan akhirnya kaset itu jadi milik kami berdua, tentunya. Ini lagu "Sendiri" yang sering saya dan Gita nyanyikan bareng dulu.

Sendiri
(Tere)

Kusangka tak pernah terjadi
Perihnya hati yang tertusuk
Pada diriku yang
Mencintai dirimu selalu
Menyayangimu sepenuh hati
Dan kini kau pergi

Reff#
Sendiri menatap bintang di langit
Tak ada teman yang menemani
Dan kau pun tak pernah peduli
Sendiri dalam gerimis dan hujan
Telanjang menggigil menantimu
Berharap kau pun menemani
Seperti dulu lagi

Meskipun kini kau tlah pergi
Meninggalkan kusendiri
Tapi masih kuharap
Masih ada yang sudi menemani
Diriku yang tak terkendali
Menanti dirimu
(http://www.youtube.com/watch?v=onnZBwnIZcY)

Radio kaset ini begitu berjasa bagi saya. Dan, sampai saat ini, radionya masih berfungsi meskipun pemutar kasetnya sudah rusak. Bagian tombolnya pun beberapa sudah rusak. Radio ini pun sempat hijrah ke Bandung, ke tempat indekos Ceria, adiknya Gita. Sekarang, Ceria sudah lulus dan sudah kerja di Jakarta juga. Radio ini pun kembali ke saya. Pada awal-awal dia balik lagi, saya sempat kangen dan mendengarkan siaran radio darinya sambil tidur-tiduran. Dan, terkadang, hanya suara desiran siaran yang sudah habis yang saya temukan kala terbangun pada tengah malam.

Sekarang, ia sudah mengisi bagian sudut kamar dan belum pernah saya nyalakan lagi. Namun, setiap melihatnya, tentu saja banyak kenangan yang ia kembali "perdengarkan".

Malam ini, saya menyalakan radionya kembali, mencari-cari siaran yang pas. Dan, lewat sebuah radio, memori lama menguar di ruang kamar ini, membisikkan rindu, tentang waktu yang berlalu, juga ingatan tentang usia; bahwa saya sudah tidak lagi sangat muda.



______

[#19| Proyek #CeritaDariKamar]  

 

No comments:

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin