Penjual Kenangan

Friday, September 29, 2006

Seruni


hari itu, hujan jatuh di belakangnya

Sehabis Magrib di Margonda (1)

lila, nama gadis kecil itu
ia mencari matahari di sepanjang jalan itu
"kali ini, kau terlambat, nak," perempuan yang kemarin menyapanya lagi.
ah, kau bilang, kemarin aku terlalu pagi, lila menggerutu pada diam.
lila, gadis kecil itu berlari-lari kecil, menjauh.
"datanglah esok hari. jangan pagi yang hujan. jangan pula terlalu petang," suara perempuan itu mengejar langkah lila.
lila, gadis itu mencari matahari di sepanjang jalan itu
semakin jauh. perempuan yang selalu menyapanya masih berdiri di sana.
tatapannya mengantar lila hingga hilang bersama lampu jalan yang semakin temaram.
perempuan itu tersenyum, mengeruk saku bajunya.
"ah, untung gadis kecil itu tak tahu di mana aku menyembunyikanmu," senyumnya rekah.

Tuesday, September 26, 2006

HAK CIPTA

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berikut ini kutipan dua pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Pasal-pasal ini saya anggap penting untuk orang-orang yang terlibat dalam dunia tulis-menulis.



BAGIAN KELIMA
PEMBATASAN HAK CIPTA

Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
… c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.


Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; ….

Berikut ini penjelasan untuk Pasal 15. Penjelasan ini saya kutip dari bagian PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA, bagian II Pasal demi Pasal.


Huruf a
Pembatasan ini perlu dilakukan karena ukuran kuantitatif untuk menentukan pelanggaran Hak Cipta sulit diterapkan. Dalam hal
ini akan lebih tepat apabila penentuan pelanggaran Hak Cipta didasarkan pada ukuran kualitatif. Misalnya, pengambilan bagian yang paling substansial dan khas yang menjadi ciri dari Ciptaan, meskipun pemakaian itu kurang dari 10 %. Pemakaian seperti itu secara substantif merupakan pelanggaran Hak Cipta.

Pemakaian Ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial. Misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Penciptanya.

Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan Ciptaan untuk
pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber Ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama Pencipta, judul atau nama Ciptaan, dan nama penerbit jika ada.

Yang dimaksud dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan.



Dalam Pasal 15, dijelaskan bahwa penggunaan ciptaan untuk kepentingan pendidikan—dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan—tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta. Lalu, ketika kita membicarakan buku pelajaran sekolah, buku itu masuk ke dalam kepentingan yang mana? Di satu pihak, jelas buku pelajaran adalah untuk kepentingan pendidikan. Jadi, tidak melanggar toh jika di dalam buku itu ada penggunaan hak cipta orang lain (ya, tentu saja dengan syarat yang tadi itu: sumbernya disebutkan atau dicantumkan). Namun, di pihak lain, tentu saja kita tahu bahwa buku pelajaran diperjualbelikan. Hal itu berarti bersifat komersial. Jadi, posisi buku pelajaran masuk ke dalam kepentingan yang mana?


Saat membicarakan hak cipta, banyak hal yang membingungkan saya sebagai orang awam. Menurut saya, batasan-batasan yang diberikan masih tidak jelas. Saya dan teman-teman sering mempertanyakan apakah karya sastra (baik karya penyair terkenal ataupun tidak) yang dicantumkan dalam buku pelajaran sekolah melanggar hak cipta? Selain itu, hal yang juga menjadi pertanyaan adalah apakah pengutipan artikel dari surat kabar untuk buku pelajaran merupakan pelanggaran hak cipta? Selama ini, kita pasti menemukan banyak karya sastra dan juga artikel dari surat kabar bertebaran dalam buku-buku pelajaran.

Berdasarkan pendapat pribadi (tanpa mengikutsertakan undang-undang hak cipta yang berlaku di negara kita ini), saya dan teman-teman berpendapat bahwa jika sumbernya disertakan, tindakan itu bukan merupakan pelanggaran hak cipta. Karya sastra ataupun artikel yang digunakan dalam buku-buku pelajaran tersebut merupakan bahan pendukung yang substansial (masa jika membicarakan puisi, misalnya, kita tidak memberikan contoh karya dari penyair-penyair yang ada?). Materi utama tetap ada (jadi, dapat dikatakan, yang dijual bukan karya-karya itu meskipun materi utama dan pendukung adalah suatu kesatuan). Namun, jika dikembalikan pada hak eksklusif pencipta (meskipun telah dicantumkan sumbernya), orang sering mempermasalahkan izin atas pencantuman ciptaannya. Pengutipan suatu karya harus melalui izin dari yang memiliki karya itu.

Suatu hari, seorang teman saya dikirimi sebuah buku yang berisi antologi sajak. Dalam antalogi tersebut, terdapat beberapa sajaknya. Teman saya itu sangat heran, dari mana penerbit buku itu mendapatkan karyanya. Namun, teman saya tidak mempermasalahkan hal itu. Ia merasa, jika dipermasalahkan, penerbit itu mungkin akan berdalih, bukannya Anda beruntung dengan pemuatan karya dalam buku itu? Dengan begitu, karya Anda bisa dibaca orang banyak, kan? Mana tahu setelah ini jadi terkenal. Akan tetapi, dalih penerbit itu cuma pikiran (buruk) saja, tidak pernah disampaikan teman saya. Pasti hanya akan jadi “kisah yang tak berujung” (pikiran buruk lagi). Dalam kasus itu, saya merasa perizinan pencantuman karya seseorang memang perlu. Dalam antologi sajak tersebut, isi utama buku adalah sajak-sajak. Jika dijual, yang dijual adalah sajak-sajak itu.

Lalu, bagaimana dengan perizinan pencantuman karya dalam buku pelajaran sekolah? Jika hal itu dipermasalahkan, penerbit-penerbit buku pelajaran sekolah pasti akan kalang-kabut. Sebagian besar (bahkan mungkin hampir semua) penerbit semacam itu tidak meminta izin untuk mencantumkan karya seseorang dalam buku yang mereka terbitkan. Karya almarhum Chairil Anwar wara-wiri dalam buku-buku pelajaran bahasa Indonesia. Begitu juga dengan karya Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono, dan penyair lainnya. Cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A Navis juga tidak pernah ketinggalan muncul dalam buku pelajaran.

Saya jadi ingat. Saat saya sekolah, kutipan cerpen dan karya sastra lainnya dalam buku bahasa Indonesia selalu saya baca terlebih dahulu dan hal itu menjadi hiburan tersendiri bagi saya. Tidak terbayang jika dalam buku bahasa Indonesia tidak ada karya sastra dari sastrawan kita. Dari hasil curi dengar, agar aman dari tuntutan undang-undang, ada sebuah penerbit buku pelajaran yang menyarankan kepada penulis/editornya membuat sendiri artikel, puisi, atau cerpen untuk buku mereka. Menurut saya, hal itu akan mempersulit editor (yang sering merangkap jadi “penulis dadakan”) yang menangani buku tersebut. Selain itu, bukankah hal itu akan serupa dengan “katak dalam tempurung”. Siswa jadi tidak berkembang (bukan berarti karya penulis/editor itu tidak bagus). Akan tetapi, bukankah siswa diharapkan meluaskan cakrawala? Atau mungkin, jika harus mengetahui karya sastrawan, siswa diminta untuk membeli buku yang dimaksud (dan siswa akan minta uang lagi pada orangtuanya!).

Perizinan pencantuman karya memang sangat menghargai pemilik ciptaan. Namun, akan menjadi kendala juga jika perizinan itu harus melalui prosedur yang berbelit-belit (apa sih yang tidak berbelit-belit di negara ini? Bahkan, saat mau izin pulang dari rumah seseorang saja, kita berbelit-belit). Lalu, bagaimana baiknya? Kembali lagi pada persoalan semula, di mana posisi buku pelajaran sekolah? Buku untuk kepentingan pendidikan yang komersial? Atau apa? Jika kita mengutip suatu ciptaan orang lain untuk buku sekolah, apakah sama posisinya dengan pengutipan pendapat orang lain untuk suatu artikel di surat kabar (jika tulisannya dimuat, penulis artikel akan mendapatkan uang)? Sebagai orang awam, saya masih bingung dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

Monday, September 25, 2006

MARY JANE

Belakangan ini, gw lagi suka banget ama lagu Mary Jane-nya Alanis Morissette. Enggak tahu kenapa, saat dengerin lagu ini, ada sesuatu yang terbawa. Membawa kesedihan, sepertinya. Gita bilang ke gw, "Wied, kalau lo merasa diri lo adalah Candy-Candy, Nulur merasa dirinya Mary Jane". Hmm ... apa yang bikin si Nulur merasa jadi Mary Jane itu ada pada lirik /I hear you're losing weight again Mary Jane/Do you ever wonder who you're losing it for/. Kata Nulur, dia enggak tahu buat siapa dia ngurusin badannya--dan dia emang berhasil ngurusin tuh badan yang gak gendut-gendut amat. Saat dengerin lagu ini, ada yang terbawa: Nulur dan juga kesedihan. Bukan berarti Nulur identik ama kesedihan. Malah sebaliknya, Nulur itu musim semi. Ada kebahagiaan yang selalu dibawanya. Kalau gw teringat Nulur saat dengerin lagu ini, itu cuma karena Nulur merasa dirinya adalah Mary Jane (itu masih bisa diterima). Tapi, kalau Gita merasa dirinya adalah Alanis Morissette?

Sepertinya, gw enggak akan pernah bosen dengerin lagu ini.


What's the matter Mary Jane, you had a hard day
As you place the don't disturb sign on the door
You lost your place in line again, what a pity
You never seem to want to dance anymore

It's a long way down
On this roller coaster
The last chance streetcar
Went off the track
And you're on it

I hear you're counting sheep again Mary Jane
What's the point of trying to dream anymore
I hear you're losing weight again Mary Jane
Do you ever wonder who you're losing it for

Well it's full speed baby
In the wrong direction
There's a few more bruises
If that's the way
You insist on heading

Please be honest Mary Jane
Are you happy
Please don't censor your tears

You're the sweet crusader
And you're on your way
You're the last great innocent
And that's why I love you

So take this moment Mary Jane and be selfish
Worry not about the cars that go by
All that matters Mary Jane is your freedom
Keep warm my dear, keep dry

Tell me
Tell me
What's the matter Mary Jane..

p.s.

Thursday, September 07, 2006

Wednesday, September 06, 2006

Tidurlah



tidurlah
dan pilih sendiri warna mimpimu
pagi masih jauh
tak perlu tergesa
ia akan selalu menunggumu selesai mewarnai mimpi
ia akan selalu menunggumu terjaga
dan tersenyum karena kau temukan warna yang sama dengan inginmu
tidurlah
jangan tergesa
pagi masih jauh
dan matahari akan selalu di sana

Tuesday, September 05, 2006

Monumen Luka




Ternyata, monumen luka yang dibangun di tengah-tengah FIB bagus juga. Selama ini, gw pikir itu gak makna apa-apa. Pas dari deket, lumayan lah buat tempat foto-foto abis wisuda. Coba deh perhatiin! =]

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin