Penjual Kenangan

Monday, October 11, 2010

Saya dan Chizumi


Hei, ini dia Chizumi, si merah yang menemani saya sejak maret lalu. Senang punya Chizumi karena jarak kantor jadi terasa lebih dekat, dan lebih hemat, pastinya. ;)

Dalam enam bulan ini... udah banyak yang kami alami. Hari pertama, di parkiran, dia sudah jatuh menimpa motor-motor di sebelahnya, sekitar empat lima motor. Standarnya berdiri di tanah yang tidak rata, jadi begitulah yang terjadi. Saya tak bisa menahan beratnya dan ia jatuh dengan mirisnya. Ujung setangnya menggores jok salah satu motor rekan kerja saya.... (jadi ga enak banget... tapi untungnya orangnya tidak mempermasalahkan). Untunglah, ada teman yang membantu Chizumi kembali berdiri tegak. Sejak saat itu, saya selalu parkir dekat pos satpam agar tidak terjadi hal seperti itu.


Lalu, Chizumi juga beberapa kali terpeleset saat saya memasukkannya. Lantai ubin sesudah hujan memang tidak cocok buatnya.

Lalu, saat saya sedang jalan hati-hati, kami ditilang polisi saat memutar arah di tempat (yang ternyata ada tanda dilarang memutar) yang biasa dijadikan tempat memutar oleh orang-orang di jalan itu. Sialnya, saya tidak tahu, dan lebih sialnya lagi, ada polisi. Jadilah kami ditilang. :(

Pernah juga saya dan Chizumi nyasar di tengah hujan, malam-malam pula. Yang paling menyedihkan, saya dan Chizumi pernah tabrakan dengan motor lain... Kali itu, bukan salah saya karena si mbak yang di motor dari arah berlawanan arah itu yang mengambil jalur saya. Sepatbor alias sayap roda Chizumi retak-retak dan tergores.



Setangnya miring dan harus dipres di bengkel. Ah, kasihan banget, padahal usianya baru itungan bulan. Udah banyak banget yang dialaminya...

Kali lain, pernah juga Chizumi saya ajak masuk jalan tol. Dan, pernah juga saat saya memutarnya di depan kosan, ransel saya menyangkut di sambungan paralon air. Alhasil, paralon itu patah dan air muncrat sana sini. Chizumi basah-basahan kena cipratan air itu, sementara saya berlindung alias ngumpet di dapur biar nggak ikutan basah--soalnya, udah mau berangkat kerja.

Dan, hari ini, uh... Chizumi kasihan banget... Dia ditimpa orang yang jatuh gara-gara digebukin dan ditendangin orang. Tadi pagi, saya dan Chizumi berjalan dengan hati-hati. Hari masih cukup pagi. Lalu, di tengah jalan, kami melihat ada orang yang terbaring di trotoar, ternyata habis tabrakan. Tampaknya tidak terlalu parah dan jalanan tidak terlalu macet.

Lalu, sampailah kami di daerah sebuah stasiun. Di depan, beberapa meter lagi, kami akan berbelok dan memasuki jalanan yang cukup bersahabat--jalanan kampung, istilah saya. Namun, ternyata agak macet. Saya pikir, tak ada apa-apa karena memang sering macet di sana. Namun, tak lama, diketahuilah bahwa ada tabrakan.

"Ah, udah dua aja tabrakan hari ini," kata saya dalam hati, berusaha hati-hati. Kemacetan itu dipenuhi suara klakson. Saya berusaha sabar karena kasihan pada korban. Mobil yang memotong jalan itulah yang menyebabkan jalanan macet. Dia memotong tajam. Tapi, saya tidak tahu mana yang menabrak dan mana yang ditabrak.

Lalu, muncullah seorang laki-laki dengan muka yang berdarah-darah. Dia hanya memakai kaus dan celana pendek. Deg! Hati saya tidak enak. Dia melintas di depan saya dan Chizumi. Lalu, berhenti. Saya melihat celah untuk bergerak, tapi tidak ada. Lalu, ngocehlah orang itu. "Lapor polisi sana. Gue nggak takut!" kata dia dengan nyolot. "Iya, gue bakal tanggung jawab. Gue nggak takut," lanjutnya ngoceh. Dan, saya tak tahu lagi apa yang dia ocehkan.

Tiba-tiba saja, seorang pria lengkap dengan helm dan jaket ala bikers menendang orang yang berdarah-darah itu. Lalu, secepat kilat, terjadilah pukul-pukulan dan tendang-tendangan (semua orang jadi kalap dan ikutan terlibat dalam perkelahian nggak penting itu), dan semakin mendekati saya dan Shizumi... Saya panik (plus ketakutan, hiks) dan mencari celah untuk bergerak. Tapi, ternyata tak ada.

Dan, tanpa diduga, orang yang ditendang dan dipukulin itu jatuh dan menimpa motor saya. Saya refleks melepaskan motor itu dan meloncat. Saya tak ingat jelas kejadiannnya. Yang saya tahu, Shizumi sudah jatuh dan orang itu menibannya. Dan, saat itu, orang-orang masih menendangi si orang--sialan--itu.

Saya hanya bisa berdiri dan ketakutan. Dan, berusaha mencari pertolongan, tapi tak ada. Jadilah saya pasrah. Cukup lama kejadian itu. Lalu, datanglah orang melerai. Saya tak menyimak. Yang saya tahu, orang sialan itu sudah berdiri dari motor saya. Lalu, dengan sedikit gemetar, saya mendekati Chizumi yang terkapar. Lalu, seorang pria yang cukup baik hati membantu saya mendirikannya. "Langsung jalan aja, Mbak," katanya. Dengan tergagap, saya menyalakan starter, tapi tak bisa.

Lalu, saya berusaha menstarter lagi. "Iya, langsung jalan aja, Mbak," ulangnya, semakin membuat saya panik. Saat itu, saya tidak menyadari keadaan di sekeliling. Dan, kalaupun Chizumi kenapa-napa, tidak mungkin saya menuntut orang-orang yang berantem itu, yang uh, sangat-sangat sialan itu.

Saya mencoba menstarter kembali, tetapi tak bisa. Saya semakin kalut dan menyadari bahwa tangan saya gemetar. Lalu, dengan tampang yang hampir menangis, saya melihat ke orang yang membantu tadi, "Gak bisa nyalaaa...," kata saya memelas.

Orang itu mencoba menyalakannya. Sekali dua kali. Untungnya, starteran ketiga, Chizumi menyala. "Langsung jalan aja, Mbak," kata orang itu. Saya kebat-kebit di tengah huru-hara nggak jelas itu. Dan, sambil melajukan Chizumi, mata saya berkaca-kaca di balik helm fullface saya. Campuran kesal dan rasa takut. Dan, saya tidak bisa melampiaskan kepada siapa-siapa.


Saat saya lajukan, setang motor itu terasa sedikit bermasalah, mungkin bengkok lagi... Ah, saya seperti menjadi pelanduk di antara dua gajah yang bertarung. Huhuuu... Dalam perjalanan yang masih cukup jauh ke kantor itu, saya menahan-nahan perasaan saya. Dan, sempat berpikir, harusnya saya menitip satu tendangan buat orang itu tadi...

Lalu, sampailah saya di kantor.... Di tempat parkir di pos satpam, saya mengecek Chizumi. Dua orang Pak Satpam yang baik hati menanyakan saya kenapa. Lalu, dengan terbata-bata, saya menceritakan kejadian itu. Saat itu, saya masih berusaha menahan air mata meski sepertinya sudah ada yang mengalir. Pak Satpam mengurus Chizumi, "Udah..., masuk dulu, Wied, minum dulu," kata mereka dengan baiknya....

Dan, saat masuk ruangan, saya menceritakannya kepada tetangga kubikel saya. Dan, saat itu, air mata tak lagi tertahan. Huhuuhu. Saya kesaaaal dan ketakutan sendirian...

Ah, entahlah, seperti yang pernah saya tuliskan, saya merasa usia memakan keberanian saya sedikit demi sedikit.... Dulu, saya berani berantem dengan cowok. Ah, tapi, itu ketika saya SMP. Dan, itu sudah, hmm, sekitar 15 tahun lalu. Ah, benar saja. Usia memang diam-diam menggerogoti keberanian saya, perlahan-lahan....

2 comments:

pencakar langit said...

gue pengen ketawa, tapi miris banget kisahnya. Tapi, masih untung si Chizumi dibenerin setangnya di bengkel en dimandiin. Si Betty udah lama enggak dimandiin en dibawa ke bengkel sejak keserempet bus. Hihihihi

Rama Sejati said...

Info yang bagus !

Barangkali informasi mengenai "Mudah Panik" berikut, juga berguna bagi rekan rekan yang memerlukannya. Klik > Mudah Panik ?

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin