Penjual Kenangan

Wednesday, October 20, 2010

Perasaan...

Pagi tadi, gita SMS. "Jalanan rusak dkt perumahan yang baru dibangun itu ditutup, wid."
Lalu, otak saya mencari alternatif jalan. Kalau saya pergi lewat UI (jalan saya biasa pulang kantor), saya khawatir tersasar. Kalau berbalik arah, entah kenapa jalanan itu terasa asing lagi. Waktu lewat sana sama Gita (pergi ke kantor, bukan pulang dari kantor), kami pun nyasar. Tapi, kalau lewat jalan lain yang belum pernah saya lewati, saya khawatir lebih nyasar lagi.


Hari masih hujan. Tapi, saya harus pergi karena hari semakin siang--meski matahari tak tampak semakin meninggi. Lalu, setelah mengenakan jas ujan lengkap, dan dengan mereka-reka jalanan lewat UI itu, saya yakin tidak akan tersasar.
Setengah perjalanan masih aman. Dengan mengandalkan perasaan, saya belok sana belok sini. Dan, masih jalan yang benar.

Zeeet, saya lurus setelah jalanan tanjakan. Perasaan saya bilang jalanan itu asing. Lalu, menengoklah saya ke belakang. Duh, salah. Harusnya, di jalanan "rumah tusuk sate" yang sudah lama ada tulisannya "dijual" itu, saya belok kanan karena kalau pulang kantor, saya belok kiri. Oke, cuma nyasar dikit. Hujan makin menderas.

Lurus, lurus, lurus. Jalanan asing lagi. Duh, tadi harusnya belok kiri saat motor yang barengan saya itu belok kiri. Muter arah lagi. Dan, alhamdulillah, saya keluar ke jalan raya.
Sip, saya tahu jalanan ini dan saya tak akan nyasar lagi di sini--dulu, waktu sama gita, kami nyasar di sini (harusnya belok kiri, tetapi kami lurus).

Lalu, jalanan masjid yang polisi tidurnya "nyebelin", saya sudah tahu belok ke mana. Aman.
Namun, malangnya, di jalanan kecil yang berliku-liku itulah saya nyasar ke mana-mana. Uh, ujan pun nggak mengizinkan saya buat ngambil HP dan menelepon Resita yang jago baca petanya. Saya terhipnosis oleh mobil pick up dan mengikutinya sampai jauh... dan, saya benar-benar asing dengan jalanan itu. Ujan juga bikin orang-orang nggak ada di jalanan.

Saya memutuskan berbalik arah, menuju titik pertama saya nyasar. Zeeng. Ada perasaan saya kenal gang sebelah kiri saya dan refleks saya berbelok di sana. Lalu, ada perasaan ragu-ragu lagi. Saya berhenti. Terdiam, hendak merogoh hape di kantong jaket di balik jas ujan. Ah, ribet...
Saat menengok, saya melihat gerombolan ibu-ibu lagi duduk di semacam posko gitu. *kok tadi saya nggak lihat mereka ya?*

Berbalik arahlah saya. "Bu, Jalan Haji Montong mana ya?" tanya saya dari balik helm fullface yang saya tarik sedikit bagian mulutnya.
"Oh, itu neng, lurus aja. Mentok, itu udah jalan Haji Montong."
Oh... Saya lega.
"Kalau ke kanan kan ke kompleks, nah Haji Montong ke kiri," jelas mereka lagi.
"Makasih, ya, Bu." Lalu, saya melajukan Shizumi, berputar, lalu lurus.

Dan, tak lama, sampailah pertigaan itu. Ada tukang ojek mangkal. Saat menengok ke kiri, saya sudah merasa akrab dengan jalan itu. Ada jembatannya. Lewat tanjakan dikit, saya sudah sampai di depan gerbang kantor.

Alhamdulillah. Nyampe juga--dan kuyup meski sudah pakai jas ujan. Saya khawatir bakal sampai nggak masuk kantor gara-gara nyasar. Saat melihat jam, ya ampun..., ternyata, saya menghabiskan waktu pergi ke kantor hampir satu jam (lewat jalan pulang yang biasanya hanya memakan waktu dua puluh menit). :(

1 comment:

pencakar langit said...

astagpirulloh, lo ke kantor sendiri aje pake nyasar, gimana kantor orang? wuahahaha..gue rasa disorientasi itu emang bawaan dari lahir dan gak bisa disembuhin hehehehe ;p *piiisss aaah...

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin