Penjual Kenangan

Sunday, October 24, 2010

Buat Naik Haji :D



Hari ini, setelah pulang dari nikahan Rahmi--teman satu angkatan kami--di TMII, saya dan Nulur jalan-jalan. Tapi, karena hujan dan juga males kejebak macet, jadilah kami jalan-jalan ke Margo City--hehe, selemparan batu dari kosan saya. :)

Pas masuk, kami melihat deretan stand peserta bazar baju-baju lucu. "Eh, Lur, liat gelang dulu, ya," ucap saya sambil menarik tangan Nulur ke stand kalung dan gelang-gelang cakep. ^^ Gelang-gelangnya lucu banget. Dan, jadi kepikiran beli banyak di Yogya. Soalnya, kata Gita yang abis honey moon (uhuy ;p) di Yogya, gelang kayak gitu cuma delapan ribu.

Sementara itu, di sini dijual 25-an yang polos dan 35-an yang ada ukirannya. :( Akhirnya, saya beli gelang kecil-kecil dua biji--sambil mikir bahwa di kosan, masih banyak gelang dan kalung saya yang belum sempat dipakai (stop beli gelang dan kalung, dan cincin, dan tas) ;((.

Harga dua gelang kayu kecil itu cukup murah, 15 ribu dua. :D Nulur tadinya mau ikutan beli, tapi nggak jadi karena, ngg, tadi kenapa yang Nulur ga jadi? Lupaaa. Sebenernya, saya beli juga karena udah kelamaan diri di situ dan pake nanya semua harga yang ada di sana pula. Hehe. Tapi, harga-harganya cukup murah di stand itu. Dan, desain kalung dan gelangnya unik-unik.


Lalu, di sebelah tukang gelang, ada stand baju batik. "Eh, gue pengen tuh baju kebaya encim gitu," kata Nulur. Lalu, jadilah kami mampir di sana. Dan, ahay! ada baju-baju panjang yang motifnya lucu-lucu. "Seratus ribuan," kata si Abang. Wah, lumayan juga. Lalu, sibuklah saya memilih-milih. Dan, dapat satu motif yang lucu, yang kali pertama saya lihat.

"Iya, itu lucu, Wied. Pegangin aja dulu," saran Nulur. "Gue juga mau, ah." Nulur ikut memilih-milih motif baju panjang setali dengan karet di bagian dada itu. "Muat nggak ya ama gue?" tanya Nulur.

"Muat," jawab saya asal sambil masih mencari pilihan lain--kali-kali aja ada yang lebih menarik. Dan, uh, nggak nemu. Pilihan pertama memang selalu bikin kita nggak bisa ke lain hati. Hehe. ;)

Karena mau beli dua, saya tawarlah baju itu. "Lapan puluh aja, ya, Bang, satunya...."

Namun, sampai detik terakhir si Abang nggak mau kurang. Ya udahlah, pikir saya dan Nulur. Cukup sepadan kayaknya dengan harganya.

"Eh, boleh dicoba nggak, Bang?" tanya saya terinspirasi dari ibu-ibu yang dari tadi sibuk nyobain baju yang lain, yang langsung didobel dengan bajunya.

Saat si abang bilang iya, saya langsung minta Nulur megangin tas. Dan, berkali-kali berusaha, ternyata, bajunya nggak muat bow! Lengan saya yang sebelah lagi nggak bisa masuk-masuk. Si Abang juga udah nyaranin buat manjangin tali bahunya. Tapi, tetap nggak bisa. Dan, ah, saya menyerah.

"Cari yang lebih agak gede aja," kata si Abang. Saya dan Nulur jadi enggan. Itu buat ukuran orang sekecil apa ya? Saya pikir, saya cukup kecil dengan berat 40-41 kg ini.

"Lah, lo aja nggak muat, apalagi gue," ucap Nulur bersedih karena merasa "agak" gemuk. ;p

Setelah menjelejahi deretan stan peserta bazar itu--dengan yoghurt Jco di tangan--kami masuk ke Centro. Liat-liat sandal dan sepatu, soalnya si Nulur lagi pengen pakai high heels. :D Dan, saya juga pengen tuh punya bot cakep kayak punya orang-orang di blog sebelah. Hehe. Sayangnya, di sana cukup ramai, jadi kami cuma sebentar liat-liatnya. Lalu, liat-liat baju.

Dan, setiap melihat baju bung-bunga, Nulur selalu bilang bahwa nyokapnya pengen dianya pakai baju kayak gitu dan meninggalkan baju kebesarannya, kaus gombrong dan celana jeans yang--kata Nulur--sayang kalau dipotong karena berpikir dirinya yang udah lulus s2 itu masih bisa meninggi. (Heh? :0)

Kata Nulur lagi, nyokapnya juga sering bilang, "Lu punya tas kondangan kenapa sih, Lur...." Mungkin, kalau jadi nyokap Nulur, saya juga berimpian seperti itu (bahkan, tadi saat kami kondangan teman angkatan itu, Nulur masih menggembol tas ranselnya dengan santai saat akan masuk).

"Tas lo ditaro mobil aja, Lur," saran saya, Gita, dan Andri. Ya ampun, Nuluuur. Kita berempat bukan lagi mau ikut demo waktu zaman kuliah dulu, judge kami yang merasa sudah waktunya pakai blush on-blush on-nan gitu kalau lagi kondangan. *_^

Namun, jangan salah, ternyata, alat make up kondangan Nulur lengkap. "Nyokap gue nyuruh gue pake," kata si Nulur. Tapi, "Eh, itu udah pake bedak, Lur?" tanya kami melihat Nulur yang udah sibuk habis-habisan dari tadi, tapi ternyata kelihatan kayak nggak ada yang nempel di mukanya. Haha. :D

Eh, jadi malah nyeritain Nulur (maap, lur, soalnya hari ini lo bersikap so sweet. haha.)

Di Centro, saya dan Nulur berhenti lama di tempat kacamata-gaya yang lagi diskon.
"Eh, beli yuk," kata Nulur. "Temen gue punya, nih." Lalu, kami pun sibuk di depan counter kacamata yang cuma sisa model-model nggak terlalu menarik itu. Tapi, karena dibilang diskon kalo beli dua dan kami nggak ada kerjaan, jadilah kami tertarik buat nyoba-nyoba.

"Tapi, pakai ke mana, Lur?" tanya saya masih bingung kenapa saya juga harus beli kacamata ini, tapi tetap sambil nyoba satu per satu model yang lumayan.

"Pas lo naek motor aja," saran Nulur.

"Bisa juga, sih, tapi, kan helm gue fullface, jadi percuma."

"Oh, kalau gitu, kalau nanti ke Singapur aja bareng gue dan temen-temen gue," saran Nulur. "Kalau jadi, sih," sambungnya lagi.

Oke, bisa juga kayaknya. Tapi, kapan? Kadang, deadline kerjaan aja nggak selesai-selesai. Haha.

"Gue sih bisa pake buat naek sepeda, Wied." Nulur mencoba warna putih, sementara saya iri dengan si Sally, sepedanya Nulur *Uh. :( *. "Bagus nggak, Wied? tanya Nulur. "Biar kayak anak retro," lanjutnya dengan dibarengi gelengan saya, dengan melihat sekilas lewat kacamata-gaya warna cokelat yang saya kenakan.

"Atau, ke pantai aja," ucap Nulur yang juga sibuk mematut-matut diri di cermin yang disediain di sana. Kacamata berbagai warna itu sudah hampir kami coba semua. Dan, mas-mas Centro-nya kayaknya dari tadi ngeliatin deh dua orang nggak jelas itu.

"Oh, gue tau, Wid," kata Nulur lagi. "Buat naik haji," sambungnya dengan antusias sekaligus bangga akhirnya menemukan alasan yang tepat kenapa saya juga harus beli kacamata-gaya itu.

"Wah, iya, bener!" Saya ikut bersemangat.

"Iya, nanti kita bisa berdoa, Wid. 'Ya Allah, semoga saya bisa naik haji.... Saya sudah punya kacamatanya, ya Allah," ucap Nulur dengan senang.

"Amiin," sahut saya serius, dan berharap kami bisa naik haji kelak, apalagi bekal kacamata sudah di tangan. Hehe. Oke, kembalilah kami bersemangat untuk memilih kacamata buat naik haji itu. ^^ Dan, si mas-mas Centro masih betah ngeliatain dan mungkin udah narik-narik napas bosan karena kami nggak juga menemukan model yang sesui. Mungkin, dia juga berpikir kami cuma liat-liat doang, plus foto-foto pula. *Aduh, maap, Mas, soalnya ini kacamata penting. :p)

Dan, taraaa, mungkin udah hampir setengah jam kali kami di sana. Lagian, modelnya juga udah nggak ada lagi, jadi kami cuma bolak balik pakai-ngaca-copot-pakai-ngaca-copot yang itu-itu aja.



Dan, kami juga dilema mau warna apa. Dan, ah, akhirnya, setelah liat hasil fotonya, saya dan Nulur sepakat, kami pilih yang warna hitam saja. Lebih netral. Dan, semoga kelak bisa kami pakai saat naik haji. Amiin. ^_^

3 comments:

pencakar langit said...

hahaha..ketauan dah noraknya hahaha

chitra said...

Aamiinn...

Nice post!

penjual kenangan said...

@nulur: hahaha, iyah. ayo, lur, jalan-jalan lagi. sudah lama kita tak bersama seperti itu. ;)
@enchit: amiin (lagi). :D makasih,enchiit. eh, di postinganmu yg baru itu ada link ke fb yg jual baju lucu-lucuu. wuaaa... ;))

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin