Penjual Kenangan

Wednesday, October 03, 2012

Secangkir Doa


I owe the pic!


Perempuan itu tak tahu, apakah kata-kata yang terlalu tajam ataukah hatinya yang terlalu rapuh. Yang ia tahu, tiba-tiba ia terluka begitu saja, begitu dalam.

Dalam hening, ia seakan mendengar bisik lirih, "Berhati-hatilah ketika jatuh cinta. Cinta bagai mata pisau, yang salah satu sisinya bisa saja menjadi begitu tajam jika kau salah menempatkannya."
 
Perempuan itu terdiam, bertanya-tanya, benarkah cinta yang telah melukai hatinya? Cinta yang selama ini selalu menyuguhkan bercangkir-cangkir derai tawa yang manisnya terasa pas (tak kurang-tak lebih) untuknya? Benarkah? Ia masih saja tak percaya.

"Tak ada yang salah dengan kata-kata, dan hatimu dicipta-Nya dengan segala mantra-mantra penjaga. Hanya saja, kali ini, kau tampaknya salah menempatkan cinta, hingga sisi tajamnya menggores tanpa sengaja. Sudahlah, tak usah resah. Hati dicipta dengan mantra-mantra sakral-Nya, ada penawar dalam setiap sudutnya. Apa sebutanmu untuk itu? Sesuatu yang disebut doa? Ya, larutkan dan resapkan ia dalam sebuah cangkir pada malam-malam panjang, dan niscaya akan kau dapati luka tak lagi menyisa. Dan, tentu saja, asal kau percaya."

Perempuan itu termangu, siapakah yang bicara dengannya? Apakah malam yang telah lelap diselimuti sunyi atau hatinya yang baru saja terluka?

Ia tak memikirkannya lagi. Yang ia tahu, saat ini, malam begitu panjang, dan ia hanya inginkan sebuah cangkir, tak perlu cantik, tempat ia akan melarutkan doa-doa, lalu menyesapnya pelantak perlu terburu-buruseperti saat ia menikmati teh sore yang mampu meluruhkan risau kala sebuah hari terasa sedikit membiru warnanya.

"Jadi, kau pikir itu cinta? Sudahlah, otakmu saja yang tampaknya sedang bodoh dan terlalu cepat menyimpulkan itu cinta. Dia hanya berpikir. Sementara aku, aku merasa itu bukan cinta (yang sesungguhnya). Sisi goresannya terasa sedikit kejam, bukan hanya tajam. Kau lebih percaya mana? Otak atau hatimu ini?" 

Perempuan itu terdiam, tak lagi bertanya. 
Ia sudah tahu dengan siapa ia bicara, dan siapa yang harus ia percaya.



1 comment:

Dewi said...

Favorit sama yg ini mba wid ^.^
Salam kenal yaa..

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin