Penjual Kenangan

Wednesday, June 11, 2014

dalam memori




gambar dari sini




"the waters calm and still
my reflection is there
  i see you holding me
but then you disappear
all that is left of you
is a memory
on that only, exists in my dreams"




ri,

aku tak tahu bagaimana cara menghubungimu. kau telah lama menghilang dalam halaman-halaman kisah kitaya, kita memutuskan kau harus "dihapus".
tapi, seperti dahulu, sesekali, mungkin saja kau akan singgah ke sini. dan, jika kau membaca suratku ini, kau akan tahu bahwa kaulah yang aku tuju.

apa kabarmu? masihkah kau menyeduh kopi pada pagi yang tak pernah kau lewatkan? 

masihkah kau menghabiskan waktu membaca buku dengan "kiss the rain" berulang-ulang dari laptopmu yang kau biarkan menyala?

masihkah kau melewati akhir pekan dengan berlari di jalan setapak yang dinaungi pohon-pohon kapuk?

masihkah kau ingat kata-kata yang membeku di antara kita, ketika waktu tak memberi kita kesempatan lebih dulu? "aku menyayangimu, tetapi seharusnya kita bertemu sejak dulu."

aku masih ingin bersamamu, kita saling mengucapkannya. tetapi, diam-diam, kita pun saling tahu itu hanya untuk membesarkan hati yang pilu. kita tak akan pernah bisa bersama meski berjuta "ingin" kita jadikan mantra.

kata-kata pun tak mampu bersetia pada janjinya sendiri. kita? kita terbiasa menertawakan anak-anak remaja yang jungkir balik karena cinta.
kita tak lagi muda untuk melakukan sesuatu yang disebut demi cinta. dan, akhirnya kita pikir; biar mengalir saja. cinta akan membawamu ke akhir yang tepat. begitulah seharusnya kita berlaku sebagai orang dewasa.

ri,
hidup memang tak pernah seperti dongeng, yang mampu mematahkan sihir duka dengan kecupan atau peluk hangat dari orang yang kau cinta. yang mampu merekatkan repih hati menjadi seperti semula.


nyatanya, hingga kini, hati ini masih saja retak; ah, mengikis, lebih tepatnya.  


ri,
ketika kau membaca surat ini, mungkin di luar, matahari sedang garang-garangnya.
tapi, jika kau di sini malam ini, kau akan tahu.
malam ini, hujan di luar bertalu-talu. begitu pula rindu.

ri,
ketika menuliskan pertanyaan ini, aku tahu diriku akan menjelma sisipus dan tak akan ada mantra yang akan mematahkannya. tetapi, tak apa. kau harus tahu. bahwa tetap ada satu tanya yang masih saja berkeliaran di tempat paling jauh di sudut hatiku
: mengapa cinta bukan milik kau dan aku?




p.s.
ri, 
pernahkah kau dengar bagaimana akhir kisah sisipus? apakah ia akhirnya menyerah dengan apa yang ia lakukan? ataukah ia menemukan bahagia pada satu titik dalam langkahnya? 

3 comments:

Wulan Kenanga said...

Selalu suka dengan tulisan kak Widya, mungkin saya harus baca bukunya juga :)

Susanti Dewi said...

Wajib dibaca bukunya. Di sana akan ditemukan tempat yang sangat nyaman.
Bahkan saya membacanya berulang-ulang. :)

penjual kenangan said...

@wulan: senang dikunjungi, wulan. makasih, ya. semoga suka juga bukuku. ;)

@wie': *terharu* terima kasih, wie'. sangat berarti. semoga menemukan tempat nyaman juga dalam setiap perjalanan. :)

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin