Penjual Kenangan

Tuesday, April 03, 2007

DI TAMAN

SITUASI:

Seekor kupu-kupu mencari mimpi di kelopak-kelopak bunga seruni.
Seorang gadis duduk di bangku kayu. Menatapi sketsa.

Sketsa: dua orang sahabat bicara dalam diam.
Saling berdusta pada masa lalu
tentang senja yang mereka namai warnanya
tentang malam yang menjelma dongeng di mimpi-mimpi mereka
tentang hujan pagi yang lamat-lamat mengamini doa mereka
tentang bintang yang (tak) pernah mati; masih menyisakan cahaya.

Sketsa: dua orang sahabat saling berdusta pada masa lalu
Ilalang yang tak pernah percaya pada waktu resah, “Aku dititipi rahasia,” katanya.
Seorang gadis menatapi sketsa. Sketsa yang tak ingin bercerita banyak di warnanya.

“Apakah ini sketsa tentang seorang gadis yang jatuh cinta?” tanyaku. Meragu. Kau pun.
Warna sketsa itu begitu sulit direka. Goresan yang samar-samar, ragu-ragu. Seakan-akan belum selesai.

Sketsa itu. Kita pernah melihatnya di sebuah toko antik milik seorang perempuan tua. Di masa lalu.

Di senja ini, tiba-tiba saja, aku dan kau telah duduk di antara gadis, kupu-kupu, dan ilalang: sketsa. Kita duduk berlama-lama. Kita masih takut membaca goresan warna di sketsa itu. Takut terlalu sederhana menceritakannya. Atau takut tak bisa menceritakan kisah yang sama? Entah.

Gadis itu masih menatapi sketsa yang sama. Kupu-kupu masih mencari mimpi di kelopak-kelopak bunga seruni. Ilalang masih tak percaya pada waktu. Dua sahabat masih berdusta pada masa lalu.

Dan, kita masih duduk berlama-lama.

Di sketsa ini?
Di senja ini?

No comments:

LinkWithin

Blog Widget by LinkWithin